Simbol Spiritualitas Kekuasaan dari Gunung Lawu

Gunung Lawu. Foto/Istimewa
Gunung Lawu. Foto/Istimewa
0 Komentar

Fenomena “kembali ke Lawu” bukan hanya kisah spiritual atau mitologis. Ia juga memiliki dampak politis. Dalam masyarakat yang masih sangat terikat pada simbolisme budaya, seorang pemimpin yang diasosiasikan dengan Lawu akan mendapatkan legitimasi yang lebih dalam. Lawu bukan hanya mistik, tapi juga modal politik.

Jokowi tampaknya belum benar-benar “moksa” dari panggung politik nasional. Bahkan ketika ia tak lagi menjabat presiden, kehadirannya tetap kuat—baik melalui Gibran, jaringan loyalis, maupun simpati rakyat akar rumput. Dalam logika mitos, ini seperti raja yang telah turun tahta, tapi masih menjadi bayang-bayang kuat dalam sistem kekuasaan.

Namun, ada juga bahaya dari terlalu menggantungkan imajinasi kekuasaan pada mitos dan spiritualisme. Politik bisa kehilangan akarnya dalam rasionalitas dan akuntabilitas.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Meski begitu, kenyataannya tidak bisa dibantah: Gunung Lawu terus menjadi jantung dari banyak narasi politik di Jawa. Ia tidak hanya hadir dalam dongeng dan cerita rakyat, tapi juga dalam kebijakan, arah dukungan politik, dan lain-lain.

Mungkin inilah keunikan politik di Indonesia, terutama Jawa: percampuran antara modernitas dan kosmologi tradisional, antara kalkulasi elektoral dan perhitungan spiritual. Jokowi, Soeharto, bahkan Ganjar dan Prabowo, semua tampaknya memahami hal ini. Mereka tahu, bahwa di antara strategi politik dan citra publik, ada satu hal yang tak boleh dilupakan: roh gunung.

Gunung Lawu bukan hanya saksi bisu. Ia adalah aktor yang diam-diam membentuk arus politik, menggerakkan narasi, dan memberi aura pada para pemimpin. Siapa pun yang ingin menguasai Jawa, tampaknya harus terlebih dulu “mendaki” Lawu—secara fisik maupun simbolik.

Dan kini, ketika bayangan Brawijaya V kembali menggema lewat sosok Jokowi yang diserang dari segala arah, mungkin Lawu sedang menunggu: apakah sang pemimpin akan memilih moksa, kembali ke sunyi, atau justru menjadi “raja bayangan” yang tetap menentukan arah negeri dari balik kabut mistik di puncaknya? Menarik untuk ditunggu kelanjutannya.

Penulis: DA Setiawan, Pengamat Sosial Politik

0 Komentar