DALAM Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Rio de Janeiro, Brasil, yang melibatkan delegasi dari 10 negara anggota penuh dan sembilan negara mitra, saat mereka berkumpul pada 6-7 Juli 2025, akan menjadi panggung ajang diplomasi.
Kelompok ini mewakili lebih dari 40 persen populasi dunia dan sekitar sepertiga produk domestik bruto (PDB) global. Kelompok negara berkembang BRICS, yang kini diperkuat dengan penambahan anggota baru, termasuk Indonesia, semakin mengukuhkan posisinya sebagai kekuatan signifikan di panggung global.
BRICS tidak hanya menjadi penyeimbang ekonomi, tetapi juga pendorong utama terciptanya tatanan dunia yang lebih adil di tengah pengaruh dominasi historis oleh Amerika dan negara-negara Barat.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Dengan masuknya Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab, serta bergabungnya Indonesia secara resmi sejak 6 Januari 2025, BRICS kini diperkuat 10 negara anggota penuh, meningkatkan bobot ekonomi dan demografi kelompok tersebut.
Selain itu, banyak anggota BRICS adalah produsen utama komoditas penting global, mulai dari energi, mineral, produk pertanian, hingga sumber daya manusia yang melimpah. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF) tercatat BRICS menyumbang sekitar 37,3 persen terhadap PDB global pada 2024, melampaui capaian G7 (AS, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Prancis) yang menyumbang 30 persen terhadap PDB global.
BRICS telah mengukuhkan posisinya sebagai pemain kunci dalam pasar komoditas global, terutama melalui ekspor minyak mentah dan produk pertanian. China, sebagai mesin ekspor utama BRICS, membanjiri pasar dunia dengan berbagai produk, mulai dari tekstil hingga elektronik.
Kehadiran kolektif BRICS sebagai eksportir dan importir utama menjadi mitra tidak terpisahkan dalam rantai pasok global. Tidak hanya sebagai pemasok, negara-negara BRICS juga merupakan pasar impor yang sangat penting, mengonsumsi berbagai bahan baku, mesin, dan teknologi. India, misalnya, adalah importir besar bahan bakar mineral serta besi dan baja, sementara Rusia, selain menguasai ekspor energi, juga mengimpor beragam produk pangan.
Bagi Indonesia, hubungan perdagangan dengan BRICS sangatlah vital. Pada tahun 2024, ekspor Indonesia ke BRICS mencapai 84,37 miliar AS, dengan ekspor non-migas menyumbang 33,91 persen dari total ekspor non-migas Indonesia.
Di tengah sorotan terhadap dinamika ekonomi dan geopolitik dunia, posisi Indonesia, sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terkuat di Asia Tenggara yang menganut prinsip politik luar negeri bebas aktif, akan menjadi topik menarik untuk dicermati.