Tak ketinggalan, US Chevron Corporation. Dalam konsorsium dengan NewMedEnergy Israel, Chevron memproduksi gas alam dari ladang Leviathan dan Tamar. Bayangkan, perusahaan ini menyetorkan royalti dan pajak ke pemerintah Israel sebesar US$453 juta (sekitar Rp7,3 triliun) pada tahun 2023.
Konsorsium Chevron ini bahkan memasok lebih dari 70 persen konsumsi gas alam domestik Israel. Plus, Chevron juga untung dari kepemilikannya di jaringan pipa East Mediterranean Gas (EMG) yang melintasi wilayah laut Palestina, serta dari penjualan ekspor gas ke Mesir dan Yordania. Lengkap sudah peran mereka.
Oh ya, jangan lupa, BP dan Chevron juga menjadi kontributor terbesar impor minyak mentah Israel. Mereka memang raksasa bisnis energi dunia.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Kebetulan sekali, kedua perusahaan ini juga punya bisnis menggurita di Indonesia. BP, misalnya, bukan hanya sekadar nama. Mereka adalah operator dan pengelola blok migas Wiriagar, Berau, dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Yang lebih fenomenal, BP juga mengelola kilang LNG Tangguh, salah satu fasilitas gas terbesar di Indonesia, sekaligus kontributor gas terbesar di negeri ini. Belum cukup, BP juga berbisnis retail bahan bakar minyak (BBM) dengan menggandeng AKR.
Sementara Chevron, melalui PT. Chevron Oil Products Indonesia, sibuk menjual minyak pelumas (lubricant), pelumas padat (grease), dan cairan pendingin (coolant) dengan merek Caltex di seluruh pelosok Indonesia. Dan kabarnya, Chevron juga bakal kembali ‘bermain’ di bisnis hulu migas di Tanah Air, karena disebut-sebut sudah mengincar beberapa blok migas yang ditawarkan pemerintah.
Jadi, ketika kita bicara tentang BP dan Chevron, kita tak hanya bicara soal perusahaan global, tapi juga tentang entitas yang jejak bisnisnya sangat kental di negeri kita. Laporan PBB ini tak pelak, akan memicu perdebatan panjang dan mungkin, desakan untuk meninjau ulang hubungan bisnis dengan mereka. Sebuah ironi yang pahit menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-80.