KUASA hukum Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail memandang, tuntutan tujuh tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK terhadap kliennya sebagai bentuk kriminalisasi politik.
Hasto terjerat kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
Maqdir menyebut, kasus itu tidak semestinya dikategorikan sebagai tindak pidana biasa, melainkan sebagai upaya politisasi hukum.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Saya kira hal yang sangat perlu mendapat perhatian kita bahwa perkara ini bukan perkara kejahatan murni, tetapi ini adalah seperti berulang kali kami katakan, ini adalah perkara politik yang dikriminalkan,” kata Maqdir di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Dia merasa kliennya dikriminalisasi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Ini adalah kriminalisasi politik agar supaya ini bisa dituntut dengan tuntutan yang tinggi, diciptakanlah pasal apa yang disebut dengan obstruction of justice,” kata Maqdir.
Maqdir mempertanyakan alat bukti yang digunakan jaksa. Termasuk soal data call detail record (CDR) yang dianggap tidak logis dan mencederai akal sehat. Dia menuding, tuntutan JPU betul-betul sangat mencederai akal sehat.
“Kalau mereka mau jujur, penuntut umum itu mereka juga harusnya mengakui bahwa kalau satu hal yang terkait dengan CDR yang mereka katakan, mereka tidak pernah mau ungkap bahwa perjalanan Harun Masiku dari Jakarta Barat sampai ke Tanah Abang hanya dalam waktu satu detik,” ujar Maqdir.
Dia pun mengendus ada manipulasi terhadap bukti-bukti elektronik, termasuk soal keberadaan Harun Masiku di PTIK bersama saksi kasus Nur Hasan yang tidak mungkin terjadi. Hal itu mengingat waktu tempuh yang tidak masuk akal di Jakarta pada malam hari.
“Kalau kita lihat betul secara baik bagaimana perjalanan yang disebut sebagai perjalanan dari Harun Masiku bersama-sama dengan Nur Hasan dari Menteng dengan berputar-putar sampai kemudian mereka katakan berada di PTIK hanya dalam waktu sekitar 30–35 menit, dalam kondisi pukul sekitar pukul 20.17, atau sesudah 17-an, itu tidak mungkin di Jakarta ini kita bisa jalan,” ucap Maqdir.
Selain itu, Maqdir menekankan, pembuktian perkara tersebut tidak bisa didasarkan pada asumsi atau imajinasi semata. Apalagi, sambung dia, ketika saksi seperti Nur Hasan sudah membantah tuduhan keterlibatan. “Pembuktian itu adalah berdasarkan keterangan saksi, bukan berdasarkan imajinasi atau asumsi,” tegas Maqdir.