Akar Masalah Paetongtarn Shinawatra Ditangguhkan Sementara dari Jabatannya Sebagai Perdana Menteri Thailand

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menghadiri konferensi pers di markas besar partai Pheu Thai se
Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menghadiri konferensi pers di markas besar partai Pheu Thai setelah upacara dukungan kerajaan. foto/Reuters
0 Komentar

Jika pada akhirnya diberhentikan, Paetongtarn akan menjadi perdana menteri kedua dari Partai Pheu Thai yang dicopot dari jabatannya hanya dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Sebelumnya, kolega sesama partainya, Srettha Thavisin, juga diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi karena menunjuk seorang mantan pengacara yang pernah dipenjara sebagai anggota kabinet.

Dosen Ilmu Politik dari Universitas Ubon Ratchathani, Titipol Phakdeewanich menilai keputusan Mahkamah Konstitusi yang menangguhkan Paetongtarn sebagai PM kembali menegaskan besarnya kewenangan Mahkamah Konstitusi Thailand dalam lanskap politik negara tersebut.

Sejak tahun 2006, Mahkamah Konstitusi tercatat telah membubarkan sebanyak 34 partai politik, termasuk Partai Move Forward yang berhaluan reformis. Meskipun partai tersebut meraih perolehan suara dan jumlah kursi terbanyak dalam pemilihan umum 2023, mereka tetap tidak diberikan kesempatan untuk membentuk pemerintahan.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

“Ini telah menjadi pola dalam politik Thailand., bagian dari budaya politik Thailand, yang sebenarnya bukanlah proses politik yang ideal,” ujarnya seperti dikutip dari BBC, Selasa (19/7/2025).

“Penangguhan melalui perintah pengadilan seharusnya tidak terjadi, tetapi sebagian besar masyarakat bisa melihat legitimasinya karena percakapan yang bocor itu benar-benar membuat publik mempertanyakan apakah PM benar-benar membela kepentingan negara,” sambungnya.

Terpisah, Dosen Ilmu Politik di Universitas Thammasat, Purawich Watanasukh, menilai siklus atau pola ketidakstabilan politik di Thailand ini akan terus berulang, kecuali Thailand menjalani reformasi demokratis secara menyeluruh, termasuk membatasi kekuasaan lembaga-lembaga non-terpilih.

“Tanpa reformasi mendasar, pemerintahan mana pun, siapa pun pemimpinnya akan tetap rentan terhadap kekuatan yang selama ini secara berulang menghambat perkembangan demokrasi Thailand,” ujarnya seperti yang dikutip dari AP News, Selasa (1/7/2025).

0 Komentar