KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penangkapan dan penahanan kembali eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi alias NHD sudah melalui pertimbangan dan kebutuhan penyidik. Sebagaimana diketahui, Nurhadi kembali ditangkap setelah baru saja dibebaskan dari Lapas Sukamiskin atas kasus suap dan gratifikasi, Minggu (29/6/2025).
“Setiap tindakan penyidikan, tentu sudah melalui pertimbangan dan kebutuhan dari penyidik, termasuk dengan kegiatan penangkapan dan penahanan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (1/7/2025).
Dalam penangkapannya ini, Nurhadi diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukannya di lingkungan MA. KPK menyebut penanganan TPPU ini juga bertujuan untuk mengoptimalkan pemulihan kerugian keuangan negara.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
“Bagaimana kita mengoptimalkan pemulihan keuangan negara yang diduga dari pidana asalnya, begitu ya, agar hasil-hasil dari tindak pidana korupsi yang telah dilakukan kemudian juga bisa kita rampas untuk optimalisasi asset recovery,” terangnya.
Dalam perkara Nurhadi, Budi menyebut KPK telah menyita sejumlah aset seperti lahan sawit, apartemen, dan rumah dalam rangka mendukung proses pembuktian dalam penyidikan. Penyitaan ini juga, katanya, sekaligus sebagai langkah pemulihan aset negara nantinya.
“Tentu itu juga bagian dari upaya pembuktian dalam penyidikan, sekaligus langkah awal dalam asset recovery nantinya,” ujarnya.
Sebagai informasi, Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiono divonis bersalah menerima suap dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT), Hiendra Soenjoto dan menerima gratifikasi dari sejumlah pihak senilai total Rp49 miliar. Uang itu digelontorkan agar Nurhadi mengatur sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman kepada Nurhadi dan Rezky masing-masing penjara enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yaitu 12 tahun penjara bagi Nurhadi dan Rezky 11 tahun penjara.