Sementara PDB per kapita Thailand pada tahun 2023 tercatat sebesar US$6.393 per tahun atau sekitar Rp103,7 juta per tahun (US$1=Rp16.220).
Sebagai catatan, PDB per kapita menjadi salah satu tolak ukur untuk kemakmuran sebuah negara karena mencerminkan pendapatan masing-masing penduduk.
Ukuran PDB per kapita negara kaya umumnya lebih dari US$30.000 per tahun (nominal), bahkan banyak yang di atas US$40.000-50.000, tergantung negara dan tahun perhitungan.
Sebagai catatan, Bank Dunia membagi klasifikasi pendapatan sebagai berikut:
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
- Pendapatan Rendah ≤ US$ 1.135
- Menengah Bawah US$ 1.136 – 4.465
- Menengah Atas US$ 14.466 – 13.845
- Pendapatan Tinggi ≥ US$ 13.846
Direktur Pelaksana dan Kepala Ekonom Kasikorn Research Center Burin Adulwattana, mengatakan bahwa ekonomi Thailand dapat memasuki resesi teknikal di semester kedua 2025.
“Faktor utama yang akan menyeret ekonomi ke bawah pada semester kedua meliputi penurunan ekspor yang signifikan, pariwisata yang gagal memberikan dukungan yang memadai, dan pengurangan substansial dalam anggaran stimulus ekonomi, dengan hanya 25 miliar baht yang dialokasikan tahun ini dibandingkan dengan 140 miliar baht tahun lalu, terutama karena fase pertama program Dompet Digital,” ucapnya.
Sementara itu,Pusat Intelijen Ekonomi Siam Commercial Bank (SCB EIC) telah menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi Thailand untuk tahun 2025 menjadi hanya 1,5%, dengan alasan tantangan global dan struktural.
Dalam prospek kuartal dua 2025 juga terdapat risiko penurunan pertumbuhan ekonomi karena ketegangan perdagangan, pergeseran kebijakan AS, kerapuhan ekonomi domestik, dan terbatasnya ruang fiskal.
SCBEIC memperingatkan, “Adanya risiko yang dapat menyeret ekonomi Thailand ke dalam resesi teknis pada paruh kedua tahun ini.”
“Sektor pariwisata, yang dulunya merupakan pendorong utama pertumbuhan, mulai kehilangan momentum, sementara ekspor dan investasi swasta tetap lesu karena ketidakpastian yang terus berlanjut dalam kebijakan perdagangan global,” menurut SCBEIC yang dikutip pada Minggu (29/6/2025).
Selain itu, SCBEIC menilai konsumsi swasta juga melambat tajam, yang mencerminkan kerapuhan dalam lapangan kerja dan pendapatan di bawah kondisi keuangan yang ketat. Pertumbuhan kredit rumah tangga tetap lemah, dan kualitas utang tetap menjadi perhatian, yang melemahkan kepercayaan konsumen dan bisnis.