Jet tempur F-35A Lightning II buatan Lockheed Martin merupakan pesawat siluman generasi kelima yang dilengkapi teknologi canggih dan dapat membawa bom gravitasi nuklir B61-12, menjadikannya bagian utama dari skema pembagian senjata nuklir NATO.
Kemampuan jet ini yang bisa menjalankan misi konvensional maupun strategis menjadikannya instrumen kunci dalam strategi deterrence NATO terhadap potensi agresi dari Rusia, khususnya di kawasan Eropa Timur.
Sebelumnya, para pemimpin negara anggota NATO dalam KTT terakhir di Belanda sepakat untuk menaikkan target belanja pertahanan menjadi total 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang terdiri dari 3,5% untuk pertahanan militer dan 1,5% untuk infrastruktur pendukung.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Kesepakatan ini merupakan hasil dorongan dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, yang sebelumnya mengancam akan menarik diri dari aliansi jika negara-negara anggota gagal memenuhi komitmen belanja militer mereka.
Meskipun tidak mengikat secara hukum, keputusan ini mencerminkan perubahan signifikan dalam cara NATO menghitung dan membagi beban pertahanan.
Dalam skema baru ini, negara-negara anggota diperbolehkan menghitung senjata dan amunisi yang mereka kirim ke Ukraina sebagai bagian dari target belanja, sehingga membuat pencapaian target sedikit lebih realistis. Namun, bagi negara-negara seperti Kanada, Prancis, Belgia, Italia, dan Slovakia, tantangan fiskal tetap menjadi penghalang besar.
Selain anggaran militer, NATO juga meminta anggotanya mengalokasikan dana besar untuk modernisasi infrastruktur strategis, seperti jalan, jembatan, pelabuhan, dan lapangan udara, termasuk juga penguatan jaringan komunikasi dan kesiapan masyarakat sipil menghadapi potensi perang.
Perkembangan dan pencapaian target ini akan dievaluasi kembali pada tahun 2029, setelah pemilihan presiden AS berikutnya.