Pembacaan Babad Cirebon di Kraton Kanoman Jadi Ruang Kontemplasi Sejarah

Prosesi pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman Cirebon, pada Jumat (27/6) malam.
Prosesi pembacaan Babad Cirebon di Keraton Kanoman Cirebon, pada Jumat (27/6) malam.
0 Komentar

Perubahan terjadi pada 1445 Masehi bertepatan dengan 1 Suro 1367 Saka atau tahun 866 Hijriah ketika Pangeran Walangsungsang, putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran, datang ke wilayah itu bersama seorang tokoh bernama Ki Danusela.

Dengan membawa pusaka bernama golok cabang, pemberian Sanghyang Naga dari Gunung Siangkup, keduanya mulai membuka hutan. Proses pembukaan wilayah ini dilakukan ketika Pangeran Walangsungsang berusia 22 tahun atas bimbingan ulama besar bernama Syekh Datuk Kahfi. Keduanya kemudian membangun Pakuwuan Caruban, yang menjadi cikal bakal pemerintahan pertama di wilayah itu.

Dalam sistem yang dibentuk, Ki Danusela diangkat menjadi kuwu pertama dengan gelar Ki Gedeng Alang-Alang. Pakuwuan ini kemudian berkembang menjadi kawasan pemerintahan yang mandiri dan menjadi dasar terbentuknya Cirebon.

Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional

Pembacaan Babad Cirebon merupakan tradisi turun-temurun, serta menjadi penanda usia kota yang kini telah mencapai 598 tahun, merujuk pada awal mula pembentukan Pakuwuan Caruban pada 1445 Masehi.

”Tujuan utama pembacaan babad ini adalah agar kita selalu ingat asal-usul tumpah darah kita. Sejarah adalah bagian penting dari kehidupan manusia dan alam semesta,” ujar Ratu Raja Arimbi Nurtina, Sekretaris dan Juru Bicara Keraton Kanoman.

Bagi Keraton Kanoman, kata dia, menjaga tradisi ini adalah bentuk tanggung jawab budaya. Prosesi ini menjadi simbol identitas, serta alat untuk mengingatkan masyarakat akan akar sejarah mereka.

”Sejarah ini bukan cerita lama yang harus ditinggalkan, melainkan harus terus dijaga,” kata Arimbi.

Keraton Kanoman menjadi satu-satunya lembaga adat di Cirebon yang masih konsisten melaksanakan tradisi pembacaan babad setiap malam Satu Suro. Melalui pembacaan babad, Arimbi dan keluarga Keraton Kanoman terus menyuarakan kembali kisah-kisah awal yang melandasi lahirnya kota ini.

Dengan bahasa tutur dan naskah yang diwariskan dari generasi ke generasi, acara ini menjadi ruang penting untuk menyambung masa lalu dengan masa kini.

Sebelumnya, pada 2024, Pemerintah Kota dan DPRD Cirebon telah menyepakati perubahan tahun peringatan hari jadi kota tersebut dari 791 Hijriah menjadi 849 Hijriah. Perubahan ini dilakukan berdasar hasil kajian terhadap naskah-naskah sejarah, khususnya peristiwa babad alas yang menjadi titik tolak berdirinya Cirebon.

0 Komentar