“Publik Amerika punya hak untuk mengetahui apakah serangan [AS] terhadap Iran, yang didanai oleh uang para pembayar pajak dan berdampak besar bagi setiap warga negara, berhasil atau tidak,” tulis McCraw, lugas.
Ia menambahkan, “Kita mengandalkan badan intelijen kita untuk memberikan penilaian yang tidak memihak dan kita semua butuhkan dalam demokrasi untuk menilai kebijakan luar negeri negara kita dan kualitas keputusan para pemimpin kita.”
Tak tanggung-tanggung, McCraw menegaskan New York Times tak akan mencabut berita yang sudah dipublikasi dan tak akan minta maaf atas pemberitaan yang akurat tersebut. Menurutnya, menyembunyikan informasi atau mengabaikan hak publik untuk tahu itu bukan langkah bertanggung jawab bagi sebuah kantor berita.
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
McCraw bahkan menohok, “Dan akan lebih tidak bertanggung jawab lagi bagi seorang presiden untuk menggunakan ancaman litigasi pencemaran nama baik untuk mencoba membungkam sebuah publikasi yang berani melaporkan bahwa para ahli intelijen yang terlatih, profesional, dan patriotik yang dipekerjakan oleh pemerintah AS mengira bahwa Presiden mungkin telah salah dalam pernyataan awalnya kepada negara.”
Rekam Jejak Trump dan Ancaman Hukumnya
Perlu diingat, Trump memang punya sejarah panjang dalam urusan ancam-mengancam lewat jalur hukum. Sepanjang karier bisnisnya, ia kerap mengancam akan menuntut berbagai pihak, meski pada akhirnya banyak yang tidak ditindaklanjuti.
Tahun lalu saja, Trump sempat menjadikan beberapa media besar, termasuk CBS News, sebagai sasaran kemarahannya karena mewawancarai Wakil Presiden Kamala Harris saat pemilu. Langkah Trump ini pun dikecam oleh sejumlah ahli Amandemen Pertama yang menganggap ancaman hukumnya sebagai upaya mengintimidasi ruang redaksi.