KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) mengungkap sejumlah faktor utama yang menyebabkan turunnya produksi pangan nasional, khususnya beras, dalam kurun waktu 2019 hingga 2023 atau di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi Kementan, Husnain menyebut bahwa penurunan ini disebabkan oleh berbagai kondisi yang sangat kompleks, mulai dari kelangkaan pupuk hingga infrastruktur irigasi yang tak optimal.
“Kita di beberapa periode lalu, terutama kami lihat di 2019-2023 kita mengalami penurunan produksi beras. Ini tentu disebabkan oleh banyak hal, sangat kompleks,” katanya dalam diskusi daring, Senin (16/6/2025).
Baca Juga:Ketika Manusia Bertanya dan Mengugat, Jokowi Sudah MenjawabnyaUsai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda Nasional
Menurutnya, penurunan produksi beras dalam beberapa tahun terakhir tak lepas dari sejumlah faktor krusial. Salah satu yang paling berdampak adalah keterbatasan pupuk setelah pandemi Covid-19.
Harga pupuk yang melonjak dua kali lipat memperburuk distribusi ke petani. Akibatnya, petani hanya menerima separuh dari kebutuhan pupuk normal mereka.
“Volume pupuk berkurang karena pascacovid-19 harga pupuk naik hampir dua kali lipat. Dengan volume yang sama, yang sampai ke petani hampir separuhnya berkurang,” ungkapnya.
Selain itu, alokasi anggaran untuk sektor pertanian pada periode tersebut juga mengalami pemangkasan, termasuk dalam pengadaan alat dan mesin pertanian. Kondisi ini diperparah oleh cuaca ekstrem seperti El Nino dan kekeringan yang meluas.
Di sisi infrastruktur, kondisi saluran irigasi yang buruk turut mempersempit ruang gerak peningkatan produksi pangan.
Husnain menyebutkan, 60 persen saluran irigasi perlu direhabilitasi, bahkan data dari Ditjen Sumber Daya Air menunjukkan bahwa 80 persen saluran irigasi dalam kondisi tidak optimal.
“Ketersediaan air ini menjadi penopang utama sektor pertanian. Untuk itu, pengelolaan air menjadi dasar utama dalam mengelola lahan. Namun kondisi irigasi kita sangat kompleks,” jelasnya.
Baca Juga:Sekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke PimpinanKetua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung Kuda
Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa krisis pangan di Indonesia masih menjadi tantangan, meski skalanya tidak terlalu luas.
Ia menyatakan sekitar 7-16 persen wilayah masih tergolong rentan terhadap kerawanan pangan. “Kita masih ada krisis pangan, memang tidak terlalu luas sekitar 7–16 persen. Masih ada yang rentan kelaparan,” ujarnya