Prabowo di Depan Putin Singgung Istilah 'State Capture': Ada Bahaya di Negara Berkembang Seperti Indonesia

Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan Perdana Menteri China, Li Qiang, dan para pelaku usaha ked
Presiden Prabowo Subianto saat berpidato di hadapan Perdana Menteri China, Li Qiang, dan para pelaku usaha kedua negara dalam agenda Indonesia-China Business Reception di Jakarta, Sabtu (24/5/2025). ANTARA/Andi Firdaus
0 Komentar

PRESIDEN Prabowo Subianto di depan Presiden Rusia Vladimir Putin sempat menyinggung istilah ‘state capture’. Saat itu Presiden tengah berpidato di forum SPIEF Rusia, di depan para pejabat negara.

Kepala Negara memaparkan kebijakan pembangunan di Indonesia, termasuk tantangan yang tengah dihadapi. Salahsatunya adalah ‘state capture’ tersebut.

Presiden menyebut, “Ada bahaya di negara berkembang seperti Indonesia, yang kami sebut sebagai ‘state capture’ yakni kolusi antara pebisnis modal besar, pemerintah, dan elite politik, yang pada akhirnya justru tidak menghilangkan kemiskinan, tetapi meningkatkan jumlah kelas menengah,” kata Presiden.

Baca Juga:Usai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda NasionalSekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke Pimpinan

Ia melanjutkan, Pemerintah Indonesia harus bekerja keras untuk menyejahterakan rakyatnya. Dalam situasi ini, Presiden menegaskan, amat penting bagi indonesia untuk membentuk pemerintahan yang bersih, bebas korupsi.

Apa sebenarnya ‘state capture’ yang disinggung Presiden Prabowo? Dalam papernya di Bank Dunia yang berjudul “Seize the State, Seize the Day” : State Capture, Corruption, and Influence in Transition, Hellman, Joel S.; Jones, Geraint; Kaufmann, Daniel. (2000), menulis: Di banyak negara yang sedang mengalami masa transisi, hubungan antara perusahaan atau pebisnis dan negara telah menjadi tantangan besar, terutama dalam apa yang disebut ‘state capture’.

Dalam sistem ini, perusahaan atau pebisnis modal besar dengan hubungan formal dengan negara atau pemerintah sering kali memiliki pengaruh besar tanpa perlu membayar suap, mewarisi keuntungan seperti hak properti yang aman dan pertumbuhan lebih tinggi.

Di sisi lain, perusahaan baru kesulitan bersaing dengan para pebisnis di atas itu, jadi pebisnis baru ini sering kali beralih ke “state capture’, yaitu membayar pejabat publik atau politisi untuk membentuk aturan yang menguntungkan mereka.

Menurut data dari Business Environment and Enterprise Performance Survey (BEEPS) 1999, ‘state capture’ berbeda dengan sekadar pengaruh bisnis atau politik (tanpa suap) dan korupsi administratif (suap kecil untuk pelaksanaan aturan), yang ternyata tidak memberikan manfaat khusus bagi perusahaan.

Ekonomi ‘state capture’ menciptakan biaya sosial yang besar, termasuk struktur monopoli yang didukung oleh kepentingan politik kuat, yang menghambat reformasi dan persaingan ekonomi. Untuk mengatasi ini, reformasi harus mengarahkan strategi perusahaan menuju bentuk pengaruh yang sah, seperti melalui “suara” masyarakat, transparansi, akuntabilitas politik, dan persaingan ekonomi yang sehat.

0 Komentar