Mengungkap Operasi Israel-Amerika Serikat 'Rising Lion' Saat Serang Iran

Sekelompok mobil di kawasan Tehrangeles, Los Angeles, mengibarkan bendera Singa dan Matahari, bendera resmi Ir
Sekelompok mobil di kawasan Tehrangeles, Los Angeles, mengibarkan bendera Singa dan Matahari, bendera resmi Iran selama berabad-abad hingga revolusi 1979. (Damian Dovarganes / arsip AP)
0 Komentar

JUMAT, 20 Juni 2025, Israel meluncurkan Operasi Rising Lion, melibatkan lebih dari 60 jet tempur dan 120 amunisi yang menghantam situs militer dan nuklir di berbagai wilayah Iran.

Target utamanya meliputi peluncur rudal balistik, fasilitas penyimpanan senjata di Tabriz dan Kermanshah, baterai pertahanan udara di Isfahan dan Teheran, serta markas intelijen dalam negeri Iran. Serangan ini juga merusak reaktor air berat Khondab dan menewaskan seorang ilmuwan nuklir.

Operasi tersebut memanfaatkan teknologi tinggi, seperti kecerdasan buatan (AI) untuk memilih target, senjata presisi yang diselundupkan, serta drone bersenjata. Selain menargetkan fasilitas senjata, dua jenderal penting Iran, Hossein Salami, kepala Garda Revolusi Iran, dan kepala staf angkatan bersenjata Iran, Mohammed Bagheri, ikut menjadi korban.

Baca Juga:Usai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda NasionalSekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke Pimpinan

Dalam hubungan internasional, simbol-simbol dan narasi historis sering kali dimanfaatkan untuk membentuk opini publik, melegitimasi tindakan, dan mendelegitimasi lawan. Pemilihan nama Rising Lion bukan sekadar simbol militer, tapi sebuah pesan politik. Pemerintah Israel secara terbuka mengaitkan nama tersebut dengan lambang singa dan matahari, ikon monarki Iran sebelum Revolusi 1979.

Akun resmi Israel berbahasa Persia bahkan menampilkan karikatur bendera Iran yang ditusuk singa emas sambil membawa pedang, dengan bunyi pesan: “Bangkitnya singa demi kemenangan cahaya atas kegelapan.”

Strategi tersebut disinyalir sebagai upaya perang psikologis: menggoyang legitimasi rezim Iran dengan membandingkannya pada masa pra-revolusi sekaligus memberi isyarat dukungan pada kelompok oposisi untuk bergerak.

Tiga hari sebelumnya, sebagaimana laporan Accociated Press, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, berdiskusi lewat telepon dengan Presiden AS, Donald Trump, tentang perkembangan terbaru.

Iran selama ini dikenal mendukung Palestina lewat berbagai kelompok militan di berbagai wilayah. Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, Houthi di Yaman, sementara Israel terus berusaha untuk mengganggu jaringan ini.

Hubungan Iran-Israel tidak selalu buruk. Selama Perang Dingin dan sebelum 1979, Iran di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi sebenarnya memiliki hubungan dekat dengan Israel. Mereka mempertahankan hubungan diplomatik, melakukan kerja sama militer, dan Iran bahkan memasok minyak ke Israel hingga 10 persen sumber impornya.

0 Komentar