Babak Awal Perang Dunia Ketiga: Konflik Global Tetap Terkendali

Ilustrasi
Ilustrasi
0 Komentar

DUNIA terasa semakin panas, bahkan ada sebagian publik berharap adanya ledakan nuklir seperti peristiwa bom atom Nagasaki dan Hirosima.

Tapi benarkah kita sedang memasuki babak awal Perang Dunia Ketiga? Atau jangan-jangan, ini hanyalah fase baru dari kompetisi global yang intens namun tetap terkendali—sebuah era yang oleh para ahli disebut hot peace.

Dinamika geopolitik global dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan eskalasi tensi yang cukup signifikan. Perang antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada 2022 belum mereda dan kini, di Timur Tengah, dunia tengah menyaksikan insiden saling serang rudal antara Iran dan Israel—dua negara yang memiliki sejarah panjang konflik politik dan militer.

Baca Juga:Usai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda NasionalSekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke Pimpinan

Konflik ini, meskipun bersifat terbatas, kembali memicu kekhawatiran publik global. Di media sosial, narasi bahwa dunia mungkin telah memasuki fase awal Perang Dunia Ketiga mencuat. Banyak yang melihat pola-pola konflik simultan di berbagai wilayah sebagai pertanda akan pecahnya perang besar berikutnya.

Namun demikian, penting untuk mempertanyakan asumsi ini secara lebih hati-hati dan analitis. Apakah benar dunia sedang berada di ambang Perang Dunia Ketiga? Atau jangan-jangan kita sedang menyaksikan sebuah dinamika internasional yang berbeda—di mana ketegangan memang meningkat, tetapi tetap berada dalam batas-batas tertentu yang terkalkulasi?

Untuk menjawabnya, kita perlu melihat sejarah, teori hubungan internasional, dan dinamika sistem global kontemporer secara lebih objektif.

Sepanjang sejarah pasca-Perang Dunia II, dunia telah mengalami banyak konflik besar—mulai dari Perang Korea (1950-1953), Perang Vietnam (1955-1975), hingga Perang Teluk (1990-1991).

Meskipun melibatkan kekuatan besar, konflik-konflik ini tidak berkembang menjadi perang dunia. Salah satu alasannya terletak pada perubahan struktur sistem internasional dan munculnya doktrin-doktrin strategis baru.

Dalam kerangka teori mutual deterrence, yang dikembangkan oleh Bernard Brodie dan diperluas oleh Thomas Schelling, ancaman saling hancur di dunia modern yang negaranya saling bergantungan satu sama lain, sejatinya telah menciptakan fenomena yang disebut “keseimbangan ketakutan”.

Doktrin ini menyatakan bahwa ketika dunia diisi oleh negara-negara yang memiliki kemampuan nuklir yang bisa saling menghancurkan, maka seluruh negara di dunia akan terdorong untuk menahan diri dari konfrontasi langsung. Hal ini menjadi dasar dari strategi deterrence pada era Perang Dingin dan tetap relevan hingga hari ini.

0 Komentar