Ketika inflasi tinggi, bank sentral akan mengerek suku bunga agar dapat mengendalikan inflasi. Akibatnya cost of investmentakan semakin mahal. Perputaran ekonomi global akan terasa melambat.
“Terlebih bagi industri-industri yang masih bergantung pada bahan baku atau bahan penolong impor,” ucap Huda.
Huda menyampaikan terdapat potensi kenaikan biaya impor yang cukup tinggi akibat harga minyak naik dan risiko pelayaran yang juga meningkat. Sektor distribusi pasti akan terpengaruh cukup dalam dengan penurunan permintaan.
Baca Juga:Usai Aksi Protes Penggerebekan Imigrasi, Los Angeles Rusuh Donald Trump Kirim Ribuan Garda NasionalSekjen DPR Sebut Terima Surat Forum Purnawirawan TNI soal Pemakzulan Gibran: Kami Teruskan ke Pimpinan
“Kemudian sektor manufaktur yang membutuhkan barang impor seperti teknologi, tampaknya juga akan terganggu. Belum lagi jika pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri, pasti akan menyebabkan industri dalam negeri semakin tertekan,” lanjut Huda.
Di sisi lain, Indonesia juga biasanya diuntungkan juga dengan kenaikan harga komoditas minyak global ini karena ekspor komoditas Indonesia akan semakin mahal.
Namun kompensasi keuntungan ini biasanya tidak seberapa dibandingkan dengan pembengkakan subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah. “Maka pemerintah harus jeli betul melihat peluang dan dampak dari perang Iran-Israel,” kata Huda.
Upaya Menghindari Krisis
Berbagai pihak internasional berusaha mengurangi ketergantungan pada Selat Hormuz. Uni Emirat Arab dan Arab Saudi membangun jalur pipa darat yang dapat mengalihkan sebagian ekspor minyak mereka.
Sementara negara-negara konsumen seperti Jepang dan China meningkatkan cadangan strategis dan mengejar diversifikasi energi.
Namun demikian, belum ada jalur alternatif yang dapat sepenuhnya menggantikan peran Selat Hormuz. Inilah yang menjadikannya tetap sebagai titik rawan dan strategis dalam peta geopolitik global.
Selat Hormuz bukan hanya sekadar jalur pelayaran. Ia adalah simbol betapa rapuhnya sistem ekonomi global yang sangat bergantung pada satu titik sempit di peta dunia.
Baca Juga:Ketua Koperasi Al- Azariyah dan Pengawas Operasional Tersangka Insiden Longsor Tambang Galian C Gunung KudaKPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu Dekat
Ketegangan di wilayah ini akan selalu menjadi barometer stabilitas global. Selama dunia masih mengandalkan energi fosil, selama itu pula Selat Hormuz akan terus menjadi pusat perhatian, negosiasi, dan—sayangnya—potensi konflik.