KOMNAS HAM mengungkapkan adanya dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus pembunuhan jurnalis Juwita yang dilakukan oleh anggota TNI AL, Jumran, pada Maret lalu. Dalam analisisnya, lembaga ini menilai bahwa ada kejanggalan yang patut didalami lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Salah satu temuan penting yang disorot Komnas HAM adalah adanya fakta terkait rentang waktu 16 menit setelah pembunuhan dilakukan oleh pelaku. Termasuk, adanya dugaan keterlibatan lain karena dalam perjalanannnya pelaku tiga kali menumpang kendaraan orang tak dikenal.
“Serta fakta mengenai terdakwa yang menghilang dari sisi kiri mobil (berlawanan arah pengemudi) sebelum mobil melaju,” ujar Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, pada Jumat (23/5/2025).
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
Atas temuan kejanggalan itu, Komnas HAM meminta agar majelis hakim dapat menggali keterlibatan selain terdakwa pada saat melakukan tindak pidana pembunuhan.
“Komnas HAM juga telah mengirimkan Pendapat HAM (amicus curiae) kepada Kepala Pengadilan Militer I-06 Banjarmasin,” ujarnya.
Selain itu, Komnas HAM menilai peristiwa kematian Juwita merupakan pembunuhan berencana yang dilakukan oleh anggota TNI AL Kelasi I Jumran. Terdakwa, disebut Uli telah merencanakan dengan matang dengan mengatur mengenai mobilisasi hingga menyiapkan alibi.
“Bahwa motif pembunuhan terdakwa terhadap korban tidak lepas dari dinamika kekerasan seksual yang dialami oleh korban pertama kali. Dimana terdakwa merasa terancam dan enggan mempertanggungjawabkan perbuatannya sehingga memilih untuk merencanakan pembunuhan terhadap korban,” ujarnya.
Terkait kekerasan seksual yang diakui korban terjadi pada rentang waktu Desember 2024-Januari 2025, serta hasil visum yang ditemukan dalam jenazah korban, disebut Uli seharusnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut secara menyeluruh. Pasalnya, jika unsur kekerasan seksual terbukti, maka terdakwa harus dijerat juga dengan Pasal dalam UU TPKS.
“Sehingga keadilan dapat dijalankan secara menyeluruh,” ucapnya.
Oleh karena itu, Komnas HAM meminta agar adanya dugaan kekerasan seksual yang terjadi dalam rentang waktu Desember 2024-Januari 2025 dan sebelum dilakukan tindak pidana pembunuhan digali lebih dalam lagi oleh pihak berwenang.