Temuan KPAI dari Masalah hingga Kejanggalan Pelaksanaan Program Pendidikan Karakter Pancawaluya Dedi Mulyadi

Momen pelepasan siswa setelah mengikuti pendidikan berkarakter bela negara. (Youtube/Kang Dedi Mulyadi Channel
Momen pelepasan siswa setelah mengikuti pendidikan berkarakter bela negara. (Youtube/Kang Dedi Mulyadi Channel)
0 Komentar

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar ihwal siapa yang sebenarnya memberikan rekomendasi agar siswa mengikuti program tersebut.

“Ini tentu harus dilihat lebih jauh. Kami merekomendasikan agar asesmen dilakukan oleh psikolog profesional, agar pilihan kebijakan terhadap anak betul-betul tepat dan tidak melanggar hak-hak mereka,” ujar Jasra.

6,7 Persen Anak Tidak Mengetahui Alasan Mereka Dikirim

KPAI mencatat, mayoritas siswa yang dikirim ke program pendidikan barak militer berasal dari latar belakang dengan kebiasaan merokok, bolos sekolah, atau pernah terlibat tawuran.

Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat

Namun, sekitar 6,7 persen anak menyatakan tidak tahu alasan mereka dikirim ke program tersebut.

Bagi KPAI, ini menjadi tanda bahwa proses seleksi peserta masih bermasalah.

KPAI menegaskan pentingnya peninjauan ulang terhadap ketepatan sasaran dan pendekatan dalam program pendidikan karakter ini.

Wakil Ketua KPAI Jasra menilai, pemaksaan atau tekanan terhadap anak justru berpotensi mencederai prinsip perlindungan anak dan melanggengkan praktik diskriminatif di lingkungan sekolah.

Pembina di Barak Belum Memahami Prinsip Dasar Perlindungan anak

KPAI menemukan tidak semua pembina dalam program pendidikan militer ala Dedi Mulyadi itu memahami prinsip dasar perlindungan anak (child safeguarding).

Hal itu dinilai sebagai salah satu celah serius dalam pelaksanaan program pendidikan berbasis barak militer yang ditujukan bagi siswa dengan perilaku menyimpang.

“Tidak semua Pembina memahami protokol Child Safeguarding,” kata Jasra.

Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin

Jasra menilai kurangnya pemahaman pembina terhadap prinsip-prinsip perlindungan anak berpotensi membuka ruang pelanggaran hak anak.

Padahal, program yang menyasar siswa usia SMP hingga SMA ini semestinya dilandasi dengan prinsip-prinsip perlindungan khusus, sesuai amanat Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2021.

Belum Memiliki SOP Jaminan Kesehatan yang Baku

KPAI juga mencatat program Dedi Mulyadi ini belum memiliki standar operasional yang baku dan belum didukung kehadiran tenaga medis maupun ahli gizi secara tetap, khususnya di lokasi pendidikan bela negara di Bandung.

Kondisi ini semakin memperkuat kekhawatiran akan keselamatan dan kesejahteraan peserta didik selama mengikuti program.

“Ketiadaan protokol child safeguarding yang dipahami oleh seluruh pembina sangat berisiko terhadap perlakuan yang melanggar hak anak, terlebih dalam lingkungan pendidikan yang bersifat semi-militer,” ujar Jasra.

0 Komentar