MANTAN pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, yang disebut sebagai makelar kasus (markus) di lingkungan peradilan MA, mengaku pernah menjadi perantara dalam transaksi jual beli lahan tambang.
Ia disebut mengantongi keuntungan hingga Rp174.530.100.000 (Rp174 miliar) dari jasa perantara penjualan lahan tambang emas, nikel, hingga batu bara.
Pengakuan tersebut disampaikan Zarof saat dicecar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
Dalam sidang, JPU Kejagung awalnya menanyakan asal-usul uang Rp920 miliar dan 51 kg logam mulia yang ditemukan oleh penyidik Jampidsus Kejagung saat menggeledah brankas di rumah Zarof.
“Bisa saudara jelaskan, saudara selaku terdakwa pada saat ini, proses penerimaan dari jumlah uang sedemikian besarnya di brankas yang saudara gunakan dan diperlihatkan kepada istri maupun anak terdakwa saat pemeriksaan oleh penyidik di kediaman saudara, berdasarkan itu perolehannya dari siapa, dari mana, cara perolehannya dan besarannya bisa saudara jelaskan?” tanya jaksa.
Zarof pun menjelaskan bahwa dirinya telah menjadi perantara jual beli lahan tambang sejak 2016. Jaksa lalu menggali lebih lanjut apakah aktivitas tersebut berkaitan dengan perkara pengadilan.
“Saya beberapa kali menjadi seperti apa yang disebut apa itu perantara untuk jual beli kayak tambang,” ujar Zarof.
“Saudara perantara? Perkara atau seperti apa?” tanya jaksa.
“Bukan perkara, tapi ada pembeli, ada pemilik lahan, dan pembeli lahan ini beberapa kali saya menjadi perantaranya. Itu saya mendapat komisi dari itu,” jawab Zarof.
“Itu pada saat kapan?” tanya jaksa.
“Itu sudah dari 2016-an lah,” jawab Zarof.
Jaksa kemudian menanyakan kapan tepatnya transaksi tersebut terjadi, namun Zarof mengaku tidak mengingat secara pasti. Selanjutnya, jaksa mengejar keterangan mengenai keuntungan yang diterima dari transaksi sebagai perantara, seperti dari tambang emas sebesar Rp10 miliar serta dari tambang nikel dan batu bara sebesar USD10 juta (kurs 19 Mei 2025, Rp164.528.100.000). Jika ditotal, nilainya mencapai Rp174 miliar.
Jaksa juga menanyakan penggunaan uang tersebut. Namun, Zarof berdalih menyimpan uang tersebut dalam brankas.