Menurut Budi, pelatihan ini mengacu pada konsep task-shifting atau pengalihan tugas medis dari tenaga spesialis ke tenaga medis non-spesialis yang sudah terlatih, sebagaimana direkomendasikan oleh WHO. Konsep ini sebenarnya pernah diterapkan di Indonesia pada masa lalu.
Mengatasi Ketimpangan Layanan Kesehatan
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya jangka panjang pemerintah dalam mengatasi ketimpangan layanan kesehatan antara daerah dan kota besar.
Di perkotaan, akses terhadap dokter spesialis relatif mudah. Namun di pelosok, keberadaan dokter umum pun kadang sangat terbatas.
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
“Realita di daerah itu jauh berbeda dengan yang ada di kota. Kompetensi semacam ini perlu agar tidak ada lagi orang yang meninggal karena ada dokter tetapi dokternya tidak berani melakukan tugasnya lantaran takut melanggar hukum,” kata Menkes.
Menkes Budi berharap bahwa regulasi yang tengah disusun ini bisa segera diterapkan agar dokter umum memiliki legalitas dan kepercayaan diri saat harus mengambil keputusan medis di lapangan.
Fokus pada Keselamatan Pasien
Peningkatan kompetensi ini, lanjut Budi, tidak berarti pemerintah asal memberikan wewenang kepada dokter umum tanpa dasar. Justru, pelatihan akan difokuskan pada tindakan-tindakan medis yang dapat langsung menyelamatkan nyawa.
“Yang menyelamatkan nyawa saja, yang emergency itu harus diberikan. Bukan semua tindakan,” pungkasnya.
Dengan kebijakan ini, diharapkan angka kematian ibu dan bayi di daerah tertinggal dapat ditekan, dan masyarakat tidak lagi kehilangan nyawa hanya karena tidak sempat mendapatkan pertolongan medis yang tepat waktu.