Pembongkaran Hibisc Fantasy Puncak
Pembongkaran objek wisata Hibisc Fantasy di Puncak menimbulkan ketegangan antara warga dan aparat. Meski beralasan perizinan, tindakan tersebut menyoroti gaya kepemimpinan Dedi yang tergesa-gesa dan cenderung menciptakan konflik horizontal. Ironisnya, kawasan tersebut dikelola oleh BUMD Jabar sendiri.
Larangan pungutan di jalan
Surat edaran yang melarang penggalangan dana di jalan juga menuai perdebatan. Meski ada niat untuk mencegah pungli, kebijakan ini sekaligus mematikan ruang solidaritas masyarakat seperti sumbangan untuk rumah ibadah atau korban bencana. Lagi-lagi, kebijakan dikeluarkan tanpa mekanisme partisipatif dan dialogis yang memadai.
Dijuluki ‘gubernur konten’
Puncak dari semua kontroversi ini adalah label ‘gubernur konten’ yang disematkan dalam rapat Komisi II DPR. Julukan ini muncul bukan tanpa alasan, aktivitas Dedi Mulyadi di media sosial dianggap lebih menonjol dibanding dampak nyata dari kebijakan-kebijakannya.
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
Kritik tajam menyasar pada gaya kepemimpinan yang dinilai lebih sibuk mencari simpati publik daripada menyusun program berbasis data dan kajian ilmiah.
Di tengah berbagai kebijakan sensasional ini, publik semakin mempertanyakan kapasitas Dedi Mulyadi sebagai pemimpin yang berpihak pada rakyat kecil. Ketimbang membuat kebijakan yang substansial dan berpijak pada etika publik, Dedi justru memilih jalan kontroversial yang memancing sorotan publik.