Isu Pemakzulan Gibran Bermula dari Desakan Purnawirawan TNI

Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam video Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia. (Yo
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam video Generasi Muda, Bonus Demografi dan Masa Depan Indonesia. (Youtube/Gibran Rakabuming)
0 Komentar

Para purnawirawan TNI beralasan keputusan MK terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu dinilai telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Hal ini terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan syarat calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah.

Gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan oleh seorang mahasiswa Almas Tsaqibbirru sudah diputuskan MK pada 16 Oktober 2023.

Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat

Keputusan MK lantas membuat Gibran yang saat itu belum genap berusia 40 tahun dapat maju dalam pencalonan Wapres mendampingi Prabowo Subianto.

Keputusan MK ini diadukan ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) karena diduga ada konflik kepentingan. Alasannya, Ketua MK saat itu, Anwar Usman, adalah paman Gibran sekaligus adik ipar Presiden Jokowi.

MKMK kemudian secara resmi menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik dan perilaku hakim hingga diberi sanksi pemberhentian dari Ketua MK.

Walau begitu, MKMK mengatakan bahwa mereka tak berwenang mengubah putusan MK tentang batas usia minimal capres dan cawapres dan hanya berwenang mengadili pelanggaran etik.

Sementara Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menyebutkan Gibran Rakabuming tak bisa dicopot hanya dikarenakan keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman seperti isi tuntutan sejumlah purnawirawan TNI.

“Kalaupun sampai ada kode etik yang dilanggar, dan kalaupun pada saat itu ada keberatan, mestinya dilakukan pada saat itu. Sementara ini, kan, MPR sudah melantik, sudah berjalan hampir 6 bulan pemerintahan,” kata Eddy di Gedung Nusantara I, Kompleks MPR/DPR RI, Senin (28/4/2025).

“Saya kira itu perlu telaah dari pakar hukum, tetapi kembali lagi, MPR berpegang teguh pada konstitusi, dan apa yang sudah kita capai saat ini merupakan pegangan konstitusi kita,” lanjutnya.

0 Komentar