BALAI Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung bergerak cepat menangani longsornya saluran irigasi di wilayah Hulu, Kuningan, yang terjadi pada Minggu malam lalu. Peristiwa ini berdampak langsung pada terhentinya aliran air menuju sekitar 4.500 hektare sawah di Kabupaten Cirebon dan mengancam keberlangsungan musim tanam petani.
Kepala BBWS Cimanuk Cisanggarung, Dwi Agus Kuncoro, menyebut peristiwa ini disebabkan oleh derasnya aliran air hujan yang masuk ke cross drain peninggalan zaman Belanda. Saluran tidak mampu menahan volume air yang besar, sehingga menyebabkan longsor pada struktur utama.
“Insiden ini terjadi pada malam hari, dan air besar masuk ke cross drain zaman Belanda, sehingga menyebabkan saluran hidup itu longsor. Ini sudah kami tangani dan sedang dalam proses pengecoran. Setelah dicor, dibutuhkan waktu sekitar tujuh hari untuk mengering dan siap dialiri air kembali. Jadi, perkiraan air bisa kembali mengalir sekitar tanggal 8 atau 9 Mei,” ujarnya, Rabu (30/4).
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
BBWS langsung menurunkan tim ke lokasi dan melakukan perbaikan konstruksi dengan sistem pengecoran. Lokasi yang paling darurat berada di Desa Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, yang menjadi salah satu titik hilir terdampak paling parah.
Di samping itu, BBWS juga menyiapkan langkah antisipatif untuk mencegah kerusakan lahan pertanian semakin meluas, khususnya bagi sawah yang sudah masuk tahap pembenihan dan penanaman.
“Saat ini kami juga menyiapkan pompa untuk mengalirkan air dari sungai ke sawah-sawah yang masih bisa dijangkau. Sementara untuk daerah yang jauh dari sungai, kami lakukan pengeboran air tanah. Satu lokasi sudah kami laksanakan pemboran, dan berikutnya akan menyusul lokasi kedua,” jelasnya.
BBWS bekerja sama dengan Dinas Pertanian untuk menentukan prioritas lahan yang harus diselamatkan lebih dulu. Fokus utama diberikan pada area pertanian yang sudah dibenihi agar tidak terjadi kematian tanaman akibat kekeringan.
“Yang kami prioritaskan adalah sawah yang sudah dibenihi dan ditanami. Ini demi menyelamatkan lahan pertanian,” tambah Dwi.
Meskipun air dari sumur bor tidak bisa sepenuhnya menyuplai kebutuhan seluruh areal pertanian, langkah darurat ini dianggap penting untuk meminimalkan potensi gagal tanam di musim ini.