KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Widjaja Kamdani, mengatakan mundurnya konsorsium Korea Selatan (Korsel) dari investasi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia disebabkan oleh berubahnya pola permintaan.
Hal ini tak lepas dari sejumlah kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, termasuk mencabut mandat EV era Presiden Joe Biden, mengakhiri perjanjian hijau, hingga mempertimbangkan penghapusan subsidi serta kebijakan lain yang mendukung kendaraan listrik.
Selain itu, permintaan kendaraan listrik dunia juga dipengaruhi oleh Undang-Undang (UU) Pengurangan Inflasi 2022 (Inflation Reduction Act/IRA).
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
“Demand terhadap EV itu juga berbeda. Dan mereka juga harus memperhatikan investasi mereka di Amerika Serikat,” ujarnya usai acara Apindo-FKI Business Roundtable, di The Langham Hotel, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
Shinta juga membantah bahwa mundurnya konsorsium yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp., dan mitra lainnya disebabkan oleh kegagalan pemerintah dalam menarik investasi.
“Saya rasa ini mesti jeli, ya, kenapa LG mundur. Jadi, ini kan sebenarnya keputusan juga pemerintah Indonesia,” imbuhnya.
Karena itulah, Shinta meminta masyarakat tidak khawatir. Apalagi, minat investasi perusahaan-perusahaan Korsel di Indonesia tetap bertumbuh.
Hal ini terlihat dari realisasi investasi sebesar 15,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp260 triliun (asumsi kurs Rp16.850 per dolar AS) sampai 2023, dan 2,9 miliar dolar atau setara Rp50,21 triliun sampai 2024.
Sementara itu, investor-investor lain asal Korsel juga melirik berbagai sektor yang dapat dijajaki, mulai dari kendaraan listrik, ritel, petrokimia, teknologi hijau, teknologi finansial (fintech), hingga sektor manufaktur dengan teknologi canggih.
“Jadi, walaupun LG punya rencana lain, banyak juga kesiapan investor lain yang mau masuk. Termasuk juga Korea melihat dari banyak sektor. Jadi, kalau urusannya cuma soal ekosistem di Indonesia, ya pasti tidak mungkin mereka berminat masuk ke Indonesia,” tegasnya.