Mengapa Pemidanaan Direktur Pemberitaan JakTV Terkait Perintangan Penyidikan Tuai Polemik?

Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksa
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/04). (Antara)
0 Komentar

“Nantinya memutuskan apakah ini produk jurnalistik yang bermasalah atau tidak, itu biar dari Dewan Pers yang melakukan,” katanya.

Ia kembali mendorong agar Kejagung tidak menggunakan

“senjatanya untuk menghukum pemberitaan-pemberitaan” yang dianggap merugikan institusinya.

“Akan repot ke depannya misalnya kalau nanti ada media-media yang lain mengritik kebijakan dari kejaksaan. Dan kemudian kalau itu tidak disukai, lalu kemudian akan dilakukan hukuman oleh kejaksaan itu sendiri,” katanya.

Ignatius juga menyinggung sertifikasi wartawan yang sempat dilontarkan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam kasus direktur pemberitaan JAK TV.

Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat

Dalam konferensi pers, Ninik mengatakan bahwa posisi Tian Bahtiar “mensyaratkan yang bersangkutan harus memiliki kartu (sertifikat) utama”.

Dewan Pers, kata Ninik akan menelusuri hal tersebut termasuk keanggotaan Tian sebagai anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Namun, menurut Ignatius, Dewan Pers perlu berhati-hati dalam penyampaian hal tersebut, karena sertifikat wartawan bisa menimbulkan kesan “diskriminatif” terhadap jurnalis yang belum memilikinya. Bisa jadi jurnalis yang tidak memiliki sertifikat belum punya waktu mengikuti uji kompetensi.

“Jangan kemudian mereka yang tidak memiliki sertifikasi ini tidak dianggap sebagai wartawan. Wartawan atau tidak, media atau tidak, saya kira patokannya adalah melihat dari apa yang dihasilkan, yang diproduksi ya,” lanjut Ignatius.

JAK TV masuk di sekitar 1.800 media yang sudah terverifikasi Dewan Pers. Tapi lembaga ini memperkirakan masih terdapat puluhan ribu media yang tidak terverifikasi. Syarat verifikasi di antaranya perusahaan media wajib berbadan hukum PT, dan mampu menggaji pekerjanya minimal sesuai UMP.

Tak dapat dipungkiri, Indonesia punya banyak media alternatif, tapi belum memperoleh verifikasi dari Dewan Pers. Sebuah penelitian menunjukkan meskipun sejumlah media alternatif mengangkat isu penting publik, perlindungan hukum terhadap mereka masih minim dan rawan dikriminalisasi. Pekerjanya juga belum tentu memiliki sertifikat wartawan.

“Kalau itu (standar jurnalistik) dilakukan, saya kira kita tetap bisa menyebut mereka seorang jurnalis media, walaupun mungkin secara administratif belum memiliki sertifikat, atau belum masuk dalam pengakuan Dewan Pers,” tambah Ignatius.

0 Komentar