LANGKAH pemidanaan terhadap insan pers yang menjerat Direktur Pemberitaan JAKTV, Tian Bahtiar (TB), dalam kasus perintangan penyidikan (obstruction of justice) disayangkan oleh sejumlah pihak.
Proses pemidanaan yang dikenakan terhadap TB semestinya dilakukan dengan kehati-hatian dan penilaian mendalam terhadap isi konten pemberitaan yang diduga ‘menyerang’ Kejagung.
TB sebelumnya ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka bersama advokat Marcella Santoso (MS), advokat dan dosen Junaedi Saibih (JS) terkait kasus korupsi Pertamina, Timah, minyak goreng, dan impor gula dengan terdakwa Tom Lembong.
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
Ketiga tersangka ini diduga memiliki peran tersendiri dalam perkara ini dengan membagi kepada beberapa tim untuk menjalankan misinya. Diantaranya ada tim juridis, tim non-juridis, dan tim social engineering.
Tim juridis bertugas mewakili korporasi dalam persidangan dengan melakukan penandatanganan berkas yang terkait dengan proses persidangan. Sedangkan, tim social engineering memiliki tugas untuk membentuk opini publik melalui berbagai cara.
Kemudian tim non juridis bertugas melakukan teknik-teknik yang bersifat di luar hukum yang tentu dilakukan oleh baik JS, MS bersama-sama dengan TB.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan persekongkolan ini dimulai ketika tersangka MS dan JS memerintahkan tersangka TB untuk membuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung.
Narasi negatif tersebut untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022, tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong, dan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO.
MS diduga berkomunikasi dengan hakim untuk memengaruhi putusan. Sementara itu, JS berperan menggiring opini publik dengan menggelar diskusi, seminar, talkshow, dan podcast yang menyoroti kinerja Kejagung secara negatif, seolah-olah menunjukkan bahwa perhitungan yang dilakukan Kejagung adalah tidak benar dan menyesatkan. Seluruh kegiatan tersebut, kemudian disiarkan oleh TB melalui media sosial dan program JAKTV.
“Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejaksaan terkait dengan penanganan perkara a quo baik di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” ujar Qohar.