Banyak pendaki menyebut warung Mbok Yem sebagai “resto mewah” di atas awan. Di saat tubuh lelah mendaki dan hawa dingin menusuk tulang, segelas teh, kopi atau jahe ditemani semangkuk mie kuah telur atau nasi pecel sangatlah nikmat.
“Sosok Mbok Yem luar biasa, ramah yang jelas,” ujar Rifan Feir Nandhi anggota tim SAR Karanganyar Emergency, Rabu (23/4) malam.
Menurutnya bagi para pendaki yang telah merasakan dinginnya angin pegunungan dan terjalnya jalur pendakian Gunung Lawu, sosok Mbok Yem dan warungnya ibarat rumah yang menyediakan kehangatan.
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
“Bagi saya, kehadiran Mbok Yem bukan sekadar pemilik warung. Interaksi dengannya bukan hanya penjual dan pembeli namun juga momen saling berbagi cerita dan semangat,” imbuhnya.
“Mbok Yem adalah sosok Ibu yang menuntun kami, yang memberikan semangat kami untul menjalankan misi kemanusiaan. Beliau selalu bertanya, wes madang urung, nek urung madang kono, ngko nek midun jipuk o opo dinggo sangu,” kenang Rifan.
Disamping itu sosok Mbok Yem juga bagian tak terpisahkan dari jiwa Gunung Lawu itu sendiri. Ikut menjaga kearifan lokal gunung Lawu yang banyak menyimpan cerita yang tak terucapkan.
Keberadaannya di ketinggian yang ekstrem selama bertahun-tahun menyimpan segudang kisah tentang kerasnya kehidupan di gunung, tentang perubahan cuaca yang tak terduga, dan tentang suka duka para pendaki yang singgah di warungnya.
“Mbok Yem menjadi saksi bisu dari berbagai peristiwa yang terjadi di sana. Banyak dari mereka yang mengenang Mbok Yem sebagai sosok yang ramah, tegar, dan tak pernah meninggalkan puncak meski dalam kondisi cuaca ekstrem atau keadaan darurat,” pungkasnya.