KEJAKSAAN Agung (Kejagung) membenarkan kebenaran dari isi video yang beredar, menampilkan proses penggeledahan di rumah Hakim Ali Muhtarom di Jepara, Jawa Tengah. Penggeledahan terkait dugaan suap Rp60 miliar vonis lepas perkara korupsi CPO.
Video yang beredar memperlihatkan momen ketika Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Agung menemukan uang senilai Rp5,5 miliar dalam bentuk pecahan dolar Amerika Serikat. Uang itu ditemukan di dalam sebuah koper hitam.
Uang tersebut diduga merupakan suap terkait pengondisian perkara dengan putusan onslag terhadap tiga terdakwa korporasi dalam kasus ekspor ilegal crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah.
Baca Juga:KPK Periksa Ridwan Kamil dalam Waktu DekatInisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen Tepat
Dalam video berdurasi 3 menit 38 detik tersebut, tampak petugas dari Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejagung mengenakan rompi hitam-merah memasuki sebuah kamar dengan ditemani seorang wanita berhijab. Wanita itu terlihat membantu petugas mencari barang di bawah tempat tidur.
Dari kolong tempat tidur, tim Kejagung menarik sebuah kardus yang berisi karung. Di dalam karung tersebut, ditemukan satu koper hitam. Petugas lalu membuka koper itu dan mendapati dua bungkusan plastik merah dan abu-abu berisi uang pecahan dolar. “Sudah dapat (bukti), sudah,” ujar salah satu petugas dalam video tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar membenarkan kebenaran video tersebut. Ia menyampaikan bahwa Kejagung akan memberikan penjelasan lengkap hari ini, Rabu (23/4/2025).
“Iya,” kata Harli saat dikonfirmasi wartawan mengenai penemuan uang tunai senilai Rp5,5 miliar dalam bentuk dolar AS saat penggeledahan rumah Hakim Ali, Rabu (23/4/2025).
Diketahui, Kejagung telah menetapkan Muhammad Syafei sebagai tersangka baru dalam perkara dugaan suap terkait putusan onslag terhadap korporasi CPO. Ia disebut sebagai pihak yang menyiapkan dana suap yang kemudian diserahkan kepada kuasa hukum korporasi, Ariyanto (AR), yang lalu meneruskannya kepada Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), hingga sampai ke Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Total nilai suap yang diberikan diperkirakan mencapai Rp60 miliar.
Uang suap tersebut juga diduga mengalir kepada majelis hakim yang menangani perkara, yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharuddin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).