Dalam studi berjudul Pedigree: How Elite Students Get Elite Jobs, menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi elite di Amerika tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menawarkan jejaring sosial (social capital) dan kredensial (symbolic capital) yang sangat dihargai dalam politik dan bisnis.
Hal ini menunjukkan paralel yang jelas dengan peran UGM di Indonesia, yaitu sebagai institusi yang tidak hanya membentuk kompetensi teknis, tetapi juga menyediakan “platform reputasi” dan jejaring strategis bagi alumni untuk masuk ke dunia politik.
Di Inggris, Oxford dan Cambridge (Oxbridge) dikenal sebagai nursery of prime ministers. Tokoh seperti Tony Blair, David Cameron, Theresa May, dan Boris Johnson adalah alumni dari universitas tersebut.
Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan
Budaya debat, eksistensi klub-klub diskusi seperti Oxford Union, dan tradisi panjang keterlibatan mahasiswa dalam urusan kenegaraan menjadikan universitas sebagai wahana politisasi yang efektif.
Kembali ke konteks Indonesia, pola seperti itu juga tampak. Tokoh-tokoh dari UGM tidak hanya memiliki latar akademik yang kuat, tetapi juga keterlibatan aktif dalam organisasi kemahasiswaan, kegiatan sosial, serta diskusi-diskusi yang kritis.
Bahkan, banyak dari mereka memiliki koneksi personal dengan dosen atau sesama mahasiswa yang kelak menduduki posisi penting.
Ini menguatkan argumen bahwa kampus bukan hanya “sekolah akademik”, tetapi juga school of power.
Namun, yang membedakan konteks Indonesia dengan negara-negara maju adalah tingginya tingkat politisasi pendidikan tinggi.
Di AS dan Inggris, meskipun ada elitisme institusional, proses rekrutmen politik cenderung lebih meritokratis dan transparan.
Sementara di Indonesia, proses tersebut sering kali dibungkus dengan dinamika pragmatisme, oligarki, dan kooptasi institusi.
Baca Juga:Tom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan KemenperinPasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2
Oleh karena itu, UGM sebagai “political lab” Indonesia masih berhadapan dengan tantangan struktural. Terutama, seputar bagaimana menjaga integritas akademik sembari tetap relevan dalam dinamika kekuasaan.
Jika tidak hati-hati, reputasi sebagai penghasil elite politik justru bisa menjadi beban moral dan reputasional, terutama bila alumni yang naik ke puncak kekuasaan justru mengabaikan nilai-nilai luhur yang ditanamkan UGM, seperti kerakyatan, integritas, dan nalar kritis.