Subiyanto berharap bisa menjadi tuan rumah yang baik. Dalam artian melayani dengan baik dan tidak memberikan kesan negatif kepada tamu maupun yang berduka.
Pemkab Magelang telah mengadakan mediasi yang dihadiri berbagai pihak di Kompleks Setda, Rabu (16/4) lalu. Pertemuan bertajuk ‘Rapat Koordinasi Pimpinan Daerah Dalam Rangka Deteksi Dini dan Cegah Dini Potensi Konflik Sosial di Masyarakat’ itu belum membuahkan kesepakatan.
Pertemuan tersebut dihadiri Bupati Magelang Grengseng Pamuji dan wakilnya, Ketua DPRD, Komandan Kodim, dan perwakilan dari Polresta serta Kejari Magelang.
Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan
“Alasan menolak, satu kalau kita toleransi kan umatnya banyak. Kalau Walubi, kita menghormati mereka, tapi ini kan niatannya personal, orang, pribadi. Bukan umat banyak. Kenapa sih kok harus mengorbankan orang yang banyak,” kata Kepala Dusun Ngaran 1 dan Ngaran 2, Desa Borobudur, Maryoto, kepada wartawan seusai mediasi, Rabu (16/4).
“(Alasan lain) Intinya kan adat budayanya. Bahwa (permukiman) muslim semua, nanti takutnya timbul unsur SARA-nya. Kita hindari itu, jangan sampai menjadi hal itu,” imbuh dia.
Soal adanya usulan kremasi di Bukit Dagi, Maryoto mempersilakan.
“Monggo silakan (di Bukit Dagi). Dan warga akan tetap mendukung. Nggak masalah,” kata Maryoto.
Ketua DPD Walubi Jawa Tengah Tanto Soegito Harsono menjelaskan rencana kremasi itu dilakukan di lahan milik Hartati Murdaya, istri Murdaya Poo. Lahan itu di belakang vihara.
“Perlu (kami) jelaskan rencana kremasi itu adalah di Dusun Ngaran 2 di lahan milik Ibu (Hartati Murdaya). Itu di belakang Vihara, di sawah-sawah. Dan kita tidak pernah berencana untuk membangun krematorium. Kita hanya melaksanakan kremasi,” kata Tanto, Rabu (16/4).
“Kremasi itu pun sama seperti yang di YouTube yang pernah dijalankan oleh almarhum Bante Win di Bukit Dagi Borobudur, mungkin 10 tahun yang lalu. Ataupun Bante Jinadhammo yang meninggal di Medan dan dikremasikan di halaman Vihara di Kota Medan. Bahkan itu diliput secara internasional,” sambungnya.
Menurut Tanto, bagi umat Buddha yang dikremasi dengan kayu hanya untuk tokoh dan bante.
Baca Juga:Tom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan KemenperinPasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2
“Kalau umat biasa meninggal, kremasinya secara alami pakai mesin. Karena memang ritual kremasi pakai kayu itu tidak semua orang bisa menjalani. Itu ada tata cara sehingga nanti seandainya Pak Poo dikremasi di sini pun nanti yang mengatur adalah bante maupun lamma (tokoh umat Buddha) yang sudah berpengalaman,” ujarnya.