“Rencana Zionis untuk Timur Tengah didasarkan pada visi pendiri Zionisme, Theodor Herzl, yaitu bahwa Israel akan mencaplok sebagian besar Lebanon, Suriah, Yordania, Irak, Mesir, dan Arab Saudi, dan akan mendirikan sejumlah negara proksi untuk memastikan dominasinya di wilayah tersebut,” timpal jurnalis Israel Oded Yinon.
Indonesia harus lebih cerdas, timpal Heru, menghadapi manuver yang dilakukan oleh Israel. Jangan sampai negara kita dipermainkan oleh Israel, apalagi lima negara yang akan dikunjungi oleh Prabowo punya hubungan baik dengan Israel dan Amerika.
Turki, misalnya, imbuh Heru, sudah membangun hubungan diplomatik dengan Israel sejak 1949, Mesir sudah dari 1979, Yordania sejak tahun 1994, Uni Emirat Arab tahun 2020. Qatar memang belum punya hubungan diplomatik, tapi sudah menjalin hubungan dagang tidak resmi dengan Israel sejak 1996.
Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan
“Jika Indonesia berniat berkonsultasi dengan negara-negara tersebut, sudah bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Untuk itu, sebaiknya Prabowo jangan terburu-buru mengevakuasi rakyat Gaza ke Indonesia karena jika hal itu terjadi, jangan bermimpi Israel mau menerima kembali warga Gaza yang sudah dievakuasi tersebut,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Heru mempertanyakan seberapa besar kemampuan Pemerintah Indonesia untuk bisa menampung warga Palestina. Yang kedua adalah soal sejarah masa lalu para pengungsi Palestina.
Ia mengatakan sejarah saat jutaan warga Palestina keluar dari tanah kelahirannya karena diusir oleh Israel saat peristiwa Nakba 1948. Hingga saat ini mereka tidak bisa kembali menempati rumah dan mengelola kebun-kebunnya. Dalam pandangannya, jika ingin memindahkan warga Palestina untuk sementara waktu, Mesir bisa menjadi jawabannya.
”Mesir pun tidak percaya kalau relokasi ini hanya bersifat sementara. Simak pengalaman sejarah dengan Nakba,” katanya.
Namun, Heru menilai kebijakan ini ditempuh Presiden Prabowo sebagai salah satu cara untuk mendapatkan keringanan akibat keputusan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menaikkan tarif bea masuk ke AS. Heru mengatakan, keputusan Trump memukul perekonomian Indonesia dan negara ini tidak memiliki daya tawar terhadap Trump.
”Mungkin Prabowo menilai, dibandingkan kita menerima musibah secara ekonomi, kurs rupiah anjlok dan berpotensi menimbulkan dinamika serta huru-hara karena situasi ekonomi yang semakin tidak pasti, dia melihat ini (menerima warga Gaza di Indonesia) sebagai kebijakan yang masuk akal. Kita menerima warga Palestina, kemanusiaan dan ekonomi selamat,” paparnya.