Ekspor ke Amerika 2,2 Persen, Airlangga Hartarto: Amerika Buka Satu-satunya Market yang Membuat Kita Susah

Presiden Indonesia Prabowo Subianto bereaksi saat berbicara dengan Airlangga Hartarto, Menteri Perekonomian In
Presiden Indonesia Prabowo Subianto bereaksi saat berbicara dengan Airlangga Hartarto, Menteri Perekonomian Indonesia, pada pertemuan ekonomi dengan topik \"Memperkuat Ketahanan Perekonomian Nasional\" di Jakarta, Indonesia, 8 April 2025. Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
0 Komentar

MENTERI Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan dampak dari potensi kenaikan tarif impor Amerika Serikat terhadap produk Indonesia masih bisa dikendalikan.

Dia menegaskan, ketergantungan ekspor Indonesia terhadap pasar Amerika relatif kecil dibanding negara lain di kawasan Asia

“Ekspor kita ke Amerika itu hanya 2,2 persen dari kita punya PDB. Berbeda dengan Vietnam, 33 persen PDB mereka tergantung daripada ekspor,” ujar Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta Pusat, Selasa (8/4).

Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan

Menurutnya, Indonesia masih memiliki ruang untuk menjaga stabilitas ekonomi karena struktur ekspornya yang lebih terdiversifikasi. Bahkan, tekanan dari Amerika dapat direspons dengan membuka pasar lain yang lebih potensial.

“Amerika bukan satu-satunya market yang membuat kita susah. Kita bisa antisipasi ini Pak Presiden,” tegasnya.

Ia memaparkan, negara tujuan ekspor utama Indonesia saat ini adalah Tiongkok dengan nilai mencapai USD 60 miliar, disusul Amerika Serikat sebesar USD 26 miliar, dan India USD 20 miliar. Dengan kondisi tersebut, Airlangga menilai Indonesia tidak sepenuhnya bergantung pada satu negara tujuan ekspor.

Selain itu, kenaikan tarif dari Amerika diperkirakan tidak akan terlalu berdampak besar pada daya saing produk Indonesia, terutama di sektor tekstil dan alas kaki.

Airlangga menyebut, tarif yang dikenakan terhadap produk dari negara pesaing seperti China, Vietnam, Kamboja, dan Bangladesh justru lebih tinggi dibanding Indonesia.

“Kalau kita lihat dari negara pesaing kita China, Vietnam, Kamboja, Bangladesh tarifnya lebih tinggi dari kita. Jadi ini malah ada kesempatan kita untuk marketplace mereka,” jelasnya.

Ia menambahkan, untuk produk seperti sepatu dan pakaian, selisih antara biaya impor dan harga jual di pasar Amerika masih sangat lebar.

Baca Juga:Tom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan KemenperinPasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2

“Produk kita rata-rata harga jual sepatu itu USD 15 sampai USD 20. Sehingga biaya masuknya itu 6 dolar padahal harga beli di sana USD 70 sampai USD 80,” jelas Airlangga.

“Jadi dampaknya tidak sebesar 30 persen. Nah baju pun demikian pak, kita USD 20 sampai USD 25, dijualnya di sana USD 80 sampai USD 100 juga,” sambungnya.

0 Komentar