Jangan Salahkah Artis Jadi Pelayan Publik

Ilustrasi
Ilustrasi
0 Komentar

Diperlukan upaya untuk merekonfigurasi ruang publik agar dapat memfasilitasi diskusi yang lebih substantif tentang isu-isu kebijakan.

Platform media yang memprioritaskan deliberasi substantif daripada visibilitas dan sensasionalisme dapat membantu menggeser keseimbangan dari politik berbasis popularitas ke politik berbasis kebijakan.

Fenomena artis yang menjadi pejabat publik, manifestasi kompleks dari persinggungan antara kapitalisme dan demokrasi di era kontemporer.

Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan

Sebagai fenomena global, ini menggambarkan bagaimana logika pasar dan nilai-nilai demokratis berinteraksi, kadang-kadang bersinergi dan kadang-kadang bertentangan. Daripada menolak fenomena ini sebagai degradasi politik atau merayakannya sebagai demokratisasi akses, pendekatan yang lebih produktif adalah memahami dinamika sistemiknya dan mengembangkan respons institusional yang memperkuat nilai-nilai demokratis sambil mengakui realitas budaya kontemporer.

Tantangan bagi masyarakat demokratis, memanfaatkan dinamisme dan aksesibilitas yang dibawa oleh figur-figur populer dalam politik, sambil memastikan bahwa substansi kebijakan, kompetensi dalam tata kelola, dan representasi kepentingan yang beragam tetap menjadi inti dari proses demokratis.

Dalam melakukan hal ini, publik mungkin dapat mengarahkan fenomena ini menuju penguatan, bukan pelemahan, sistem demokrasi di era kapitalisme lanjut.

Penulis: Pegiat media dan Literasi, D Arief S

0 Komentar