Ketika selebriti memasuki arena politik, mereka membawa kapital popularitas ini sebagai aset yang dapat dikonversi menjadi dukungan politik.
Politik di era digital beroperasi dalam “ekonomi perhatian,” di mana perhatian publik adalah sumber daya langka yang diperebutkan oleh berbagai aktor.
Artis memasuki arena politik dengan keunggulan bawaan dalam ekonomi perhatian ini, karena mereka telah mengembangkan keterampilan untuk menarik dan mempertahankan perhatian publik.
Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan
Dalam lingkungan media yang terfragmentasi, kemampuan untuk menonjol dalam lanskap informasi yang ramai menjadi keunggulan kompetitif yang signifikan.
Artis populer juga membawa jaringan hubungan bisnis, akses ke media, dan dukungan finansial yang telah dibangun selama karir mereka di industri hiburan.
Dalam banyak kasus, jaringan ini dapat dimobilisasi untuk mendukung ambisi politik. Ini menciptakan jalur akselerasi di mana artis dapat dengan cepat mengamankan sumber daya yang diperlukan untuk kampanye politik yang efektif, sering kali melampaui apa yang tersedia bagi kandidat tradisional.
Fenomena ini membawa serangkaian tantangan dan implikasi bagi sistem demokratis.
Ketika popularitas menjadi jalur utama menuju kekuasaan politik, terdapat risiko pengikisan sistem meritokrasi berbasis kompetensi dalam politik.
Keahlian dalam tata kelola, pemahaman tentang kebijakan publik, dan pengalaman administratif mungkin menjadi kurang penting dibandingkan kemampuan untuk menarik perhatian publik. Hal ini dapat mengakibatkan defisit kompetensi dalam lembaga-lembaga pemerintahan.
Fenomena artis menjadi pejabat memperkuat tren personalisasi politik, di mana individu menjadi lebih menonjol daripada platform kebijakan atau ideologi.
Politik yang terpersonalisasi cenderung mengurangi substansi debat publik dan mengalihkan fokus dari isu struktural ke drama interpersonal dan narasi individual.
Baca Juga:Tom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan KemenperinPasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2
Ini dapat mengakibatkan pendangkalan wacana politik dan pengabaian terhadap reformasi struktural.
Di satu sisi, kemunculan artis dalam politik dapat dilihat sebagai demokratisasi akses terhadap kekuasaan politik, membuka jalur bagi individu dari latar belakang non-tradisional.
Di sisi lain, fenomena ini mungkin sebenarnya mereproduksi elitisme dalam bentuk yang berbeda, menggantikan elit politik tradisional dengan elit selebriti.
Pertanyaannya adalah apakah perubahan ini memperluas representasi substantif dari berbagai kepentingan sosial atau hanya mengubah wajah dari struktur kekuasaan yang ada.