ADA banyak seleb dan seniman nasional dari yang baru mekar sampai dengan yang sudah kondang beralih ke politik membangun narasi transformatif yang menekankan perubahan identitas dari penghibur menjadi pelayan publik.
Dalam perkembangan demokrasi modern, fenomena artis yang beralih menjadi pejabat publik telah menjadi tren global yang kian menguat. Bahkan, siapa pun di era ruang digital yang begitu bergerak cepat bisa menjadi artis dan publik figur dadakan.
Fenomena ini, menggambarkan persinggungan unik antara industri hiburan, politik, dan sistem kapitalisme dalam lanskap demokrasi kontemporer.
Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan
Sebelumnya, sejarah mencatat Partai Komunis Indonesia (PKI) usung banyak seniman di Pemilu 1955
PKI jadi salah satu partai terkuat pada Pemilu 1955. Bagaimana tidak, berjarak kurang dari 10 tahun sejak Madiun Affair 1948, partai pimpinan DN Aidit ini berhasil meraih posisi 4 nasional.
Mereka hanya kalah dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI), Masyumi, dan Nahdlatul Ulama (NU) di tiga besar. Bahkan, di Yogyakarta PKI berhasil menang mutlak dan menancapkan pengaruhnya.
Dalam buku Langkah Merah (2021), M. Subhan SD mencatat bahwa salah satu keberhasilan PKI adalah karena DN Aidit mengarahkan partainya untuk bersikap terbuka, menyesuaikan kondisi masyarakat Indonesia, tapi tetap revolusioner.
Salah satu jalan yang diambil, kala itu, adalah dengan menempatkan para seniman sebagai caleg. PKI, tercatat menjadi partai pertama sekaligus yang paling banyak menempatkan seniman non-partai sebagai caleg mereka.
Kala itu, ada 10 seniman yang mereka daftarkan sebagai caleg. Antara lain Affandi Sudjojono, Basuki Resobowo, Henk Ngantung (pelukis); AS Dharta, Hr. Bandaharo, Hadi (penyair); Bakri Siregar dan M. Isa (pengarang cerita pendek).
Dari 10 nama yang diusung, empat di antaranya yakni Affandi, Sudjojono, Henk Ngantung, dan AS Dharta terpilih sebagai anggota parlemen dan mewakili PKI di Konstituante.
Baca Juga:Tom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan KemenperinPasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2
Sepak terjang artis di pusaran politik praktis, selanjutnya memang baru terlihat setelah era Orde Baru. Pada masa pemerintahan Presiden Suharto, para artis kebanyakan hanya berperan sebagai simpatisan, tapi tidak menjadi caleg.
Misalnya, bagaimana Golkar memanfaatkan popularitas Eddy Soed, Bucuk Soeharto hingga Bing Slamet buat mendongkrak keterpilihan partai berlambang beringin itu.