BUPATI Indramayu Lucky Hakim akhirnya menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Penjabat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, setelah perjalanannya ke Jepang menuai polemik dan nyaris berujung pada sanksi pemberhentian sementara dari jabatannya.
Permintaan maaf tersebut disampaikan Lucky Hakim dalam komunikasi pribadinya dengan Dedi Mulyadi yang disampaikannya melalui Instagram.
Dalam percakapan itu, Lucky mengakui bahwa dirinya tidak mengajukan izin resmi kepada Kementerian Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Barat sebelum bepergian ke luar negeri, sebagaimana diatur dalam ketentuan untuk pejabat daerah.
Baca Juga:Inisiatif Putra Presiden Prabowo Temui Megawati dan Jokowi Tedukan Dinamika Politik, Waketum PAN: Momen TepatJumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way Kanan
“Pak Lucky Hakim sudah berkomunikasi dengan saya. Dia menyampaikan permintaan maaf karena tidak mengajukan izin terlebih dahulu sebelum bepergian ke Jepang,” kata Dedi Mulyadi, Senin (7/4).
Mantan Bupati Purwakarta itu menjelaskan bahwa sebenarnya setiap orang, termasuk kepala daerah, memiliki hak untuk berlibur, terlebih saat momen cuti bersama Lebaran.
Namun, bagi pejabat setingkat gubernur, bupati, hingga wakil wali kota, aturan administratif tetap berlaku, khususnya saat melakukan perjalanan ke luar negeri.
“Aturannya jelas, kalau bepergian ke luar negeri harus ada izin dari Mendagri, dan surat permohonannya diajukan melalui gubernur. Kalau dilanggar, sanksinya bisa cukup berat, yakni diberhentikan sementara selama tiga bulan,” jelas Dedi.
Meski menyayangkan keteledoran tersebut, Dedi menyebut bahwa perjalanan Lucky ke Jepang dilakukan dalam rangka memenuhi keinginan anak-anaknya. Ia menilai hal tersebut sebagai hal yang wajar secara manusiawi, tetapi tetap harus taat prosedur secara administratif.
“Pak Lucky juga manusia, punya keluarga dan anak-anak yang ingin liburan. Tapi ya bagaimana, tetap harus taat aturan. Kita ini pejabat publik, jadi harus memberi contoh dalam ketaatan pada regulasi,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kepala daerah lain untuk disiplin dalam mematuhi regulasi, terutama yang berkaitan dengan kewenangan dan batasan dalam jabatan. Dedi berharap insiden seperti ini tak terulang, agar stabilitas pemerintahan daerah tetap terjaga.