Pawai Obor dan Takbir Keliling Warga Blok Wuni Desa Dawuan, Pakar Budaya Islam Ungkap Sejarah Tradisi Takbiran

Pawai obor dan takbir keliling warga blok Wuni Desa Dawuan Kecamatan Tengah Tani Kabupaten Cirebon, Minggu (30
Pawai obor dan takbir keliling warga blok Wuni Desa Dawuan Kecamatan Tengah Tani Kabupaten Cirebon, Minggu (30/3) malam.
0 Komentar

“Di Indonesia, elemen budaya sangat kental dan Islam berakulturasi dengan budaya menghasilkan pawai obor, gema bedug, takbir keliling,”terangnya.

Contohnya di pulau Jawa, terdapat Takbir Keliling seperti Yogyakarta dan Solo. Sementara di Madura, takbiran dilakukan dengan tradisi Tellasan Topa’ dan di luar jawa seperti di Aceh, melakukan seni Rateb Meuseukat atau tarian sufistik dan di Minangkabau, Sumatera Barat, masyarakat mengadakan Takbiran Bararak. Sementara di Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan, terdapat tradisi Mappadendang, yang diiringi bunyi tabuhan lesung sebagai simbol rasa syukur.

“Masyarakat di nusantara sangat inklusif, tidak hanya menghargai ajaran Islam tetapi merangkul kebudayaan lokal. Keterlibatan masyarakat dari seluruh lapisan masyarakat baik di kota maupun di pelosok, jadi tidak ada perbedaan,” ungkapnya.

Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin

Di beberapa daerah, takbiran berubah menjadi ajang kompetisi siapa yang memiliki bedug terbesar, siapa yang bisa membuat replika masjid paling megah, atau siapa yang memiliki pawai takbir paling meriah. Tak jarang, perayaan ini juga diiringi dengan petasan dan kembang api, yang justru menjauhkan dari makna asli takbir.

“Malam takbiran adalah momentum sakral untuk merenungkan kebesaran Allah, bukan sekadar pesta. Jangan sampai kemeriahan justru menghilangkan substansi spiritualnya” tegasnya.

Ia juga mengingatkan takbir adalah bentuk pengakuan atas kebesaran Allah, sekaligus bagaimana Islam berinteraksi dengan budaya lokal tanpa kehilangan esensinya. “Yang perlu kita jaga adalah keseimbangan antara tradisi dan spiritualitas. Takbiran harus tetap menjadi ajang syiar Islam, bukan sekadar euforia sesaat,” pungkasnya.

0 Komentar