Martir Media: di Antara Mereka yang Tewas Saat Bekerja Sebagai Jurnalis

Seorang jurnalis mengumpulkan tanda bertuliskan ‘Jurnalism is not a Crime’ 27 Februari 2014 (Adam Berry/Getty
Seorang jurnalis mengumpulkan tanda bertuliskan ‘Jurnalism is not a Crime’ 27 Februari 2014 (Adam Berry/Getty Images)
0 Komentar

Lebih jauh, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005, yang semakin memperkuat perlindungan hukum bagi kebebasan pers.

Dibandingkan dengan beberapa negara, seperti Australia, di mana kebebasan berekspresi tidak dinyatakan secara eksplisit dalam konstitusi, Indonesia memiliki landasan hukum yang jelas untuk melindungi kebebasan berbicara dan jurnalisme.

Namun, pertanyaan sebenarnya tetap: Apakah Indonesia benar-benar berkomitmen untuk menegakkan kebebasan pers?Apakah Konstitusi Masih Melindungi Kebebasan Pers?

Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin

Di atas kertas, konstitusi Indonesia tetap menjunjung tinggi kebebasan pers, khususnya berdasarkan Pasal 28I UUD 1945, yang menggolongkan kebebasan berekspresi sebagai hak yang tidak dapat dikurangi—hak yang tidak dapat dibatasi dalam keadaan apa pun?

Namun, pada kenyataannya, berbagai bentuk tekanan dan celah hukum terus menggerogoti hak fundamental ini. Ancaman, penyensoran, dan kriminalisasi terhadap jurnalis kritis yang terus berlanjut menunjukkan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih berada dalam ancaman serius.

Untuk menjaga demokrasi, kebebasan pers harus dipertahankan secara aktif. Pemerintah harus memastikan bahwa undang-undang yang ada benar-benar melindungi jurnalis daripada menjadi instrumen penindasan.

Pada saat yang sama, publik harus mengakui peran penting pers yang independen—karena tanpanya, suara rakyat hanya akan semakin lemah. Pada titik ini, pertanyaan kuncinya bukan lagi hanya apakah konstitusi masih melindungi kebebasan pers, tetapi apakah pemerintah dan masyarakat masih berkomitmen untuk mempertahankannya.

Jika tidak, maka demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah oleh Indonesia dapat mulai tersingkirkan. Dan setelah kebebasan pers hilang, era kesunyian akan menyusul—di mana kebenaran menjadi barang langka, dan mereka yang berkuasa beroperasi tanpa akuntabilitas.

Tentunya, bagi penulis, yang terpenting hari ini hingga hari esok keselamatan pencari berita tetap diutamakan. Nasehat mantan editor eksekutif surat kabar The Washington Post yang memimpin peliputan skandal Watergate berujung mundurnya Richard Nixon, Ben Bradle menyatakan harus sekuat tenaga menjadi penonton, tidak tampil di atas panggung, dan menjadi pencatat sejarah, alih-alih membuat sejarah.

Penulis: Bondhan W, Pengamat Intelijen dan Politik

0 Komentar