KEMENTERIAN Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas) akan melakukan upaya untuk menghambat eksekusi aset Pemerintah di Prancis terkait kasus Navayo International AG dengan Kementerian Pertahanan RI.
Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra saat konferensi pers usai rapat koordinasi di Jakarta, Selasa (24/3), mengatakan bahwa penyitaan aset suatu negara di luar negeri menyalahi Konvensi Wina mengenai hubungan diplomatik.
“Itu menyalahi Konvensi Wina untuk pelindungan terhadap aset diplomatik yang tidak boleh disita begitu saja dengan alasan apa pun. Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh pengadilan Prancis, pihak kita tetap akan melakukan upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi,” kata Yusril.
Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin
Kasus ini terkait proyek Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Pada 2016, Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak dengan pihak swasta asing untuk pengadaan Satkomhan tersebut, salah satunya dengan Navato International AG.
Berdasarkan perjanjian yang diteken, terdapat ketentuan bahwa apabila terjadi sengketa (dispute) akan diputus oleh arbitrase Singapura. Navayo kemudian mengajukan gugatan ke arbitrase Singapura yang putusannya mengharuskan pemerintah Indonesia membayar sejumlah ganti rugi.
Permasalahan terus berlarut-larut hingga pada 2022, perusahaan asal Eropa itu mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris, Prancis.
“Persoalan ini adalah persoalan yang serius bagi kita karena kita kalah di forum arbitrase negara lain dan kita harus menghormati putusan pengadilan, walaupun kita mengetahui ada aspek-aspek yang kita sebenarnya punya alasan yang kuat juga untuk menghambat pelaksanaan dari putusan pengadilan ini,” ucap Yusril.
Adapun pada tahun 2024, pengadilan Prancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut, kata Yusril, ialah rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.
Menurut Yusril, upaya untuk menghambat eksekusi akan dilakukan dengan cara diplomasi. Ia menyebut akan bertolak ke Paris pada akhir bulan Maret ini untuk menghadiri pertemuan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pertumbuhan Ekonomi (OECD) sekaligus berbicara dengan menteri kehakiman Prancis.