Riwayat Proses Pengadaan Satelit Komunikasi Pertahanan 2015
Hal ini terkait kebijakan yang diduga berakibat kerugian negara pada proses pengadaan satelit komunikasi pertahanan untuk pengisian slot 123 bujur timur pada 2015.
Kasus ini terjadi pada masa jabatan Menteri Pertahanan dipegang oleh Ryamizard Ryacudu.
Sebelum akhirnya menjadi perkara pidana, sejatinya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah menyinggung salah satu kontrak pengadaan satelit dalam laporan audit keuangan Kemhan. BPK, sebagaimana dalam Laporan Keuangan Kemhan Tahun 2020, memaparkan bahwa sengketa tersebut bermula pada tanggal 1 Desember 2015.
Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin
Saat itu, Kemhan dengan Airbus Defence and Space SAS (Prancis) menandatangani kontrak utama (Frame Work Contract) dalam pembangunan satelit program satkomnas nomor TRAK/773/XII/22/2015 tentang Pengadaan Satelit MMS, Ground Segment beserta dukungannya senilai US$669,4 juta.
Berdasarkan kontrak utama tersebut, pada tanggal 12 Oktober 2016 dilaksanakan penandatanganan kontrak rinci (detailed contract) di antaranya dengan Navayo International AG.
Namun dalam perkembangannya, pemerintah tidak melanjutkan program satkomnas karena tidak didukung dengan anggaran sehingga Kemhan tidak memenuhi kewajiban kepada Navayo International AG sesuai kontrak.
“Atas kondisi tersebut, Navayo International AG mengajukan gugatan di International Court of Arbitration (ICC) di Singapura pada tanggal 22 November 2018 sebesar US$23,4 juta,” demikian ditulis dalam audit BPK yang dikutip Bisnis, Selasa (18/1/2022).
Adapun, atas gugatan Navayo International AG tersebut, ICC Singapura telah menerbitkan putusan pada tanggal 22 April 2021, diantaranya ICC Singapura memerintahkan Kemhan untuk membayar tagihan sebesar US$16 juta dan biaya arbitrase sebesar US$ juta.
Berdasarkan penelusuran, kisruh slot orbit 123 bujur timur berawal saat Satelit Garuda-1 milik pemerintah Indonesia keluar orbit. Satelit Garuda-1 melintas ke luar orbit setelah mengudara selama 15 tahun hingga 2015. Kemenkominfo melaporkan satelit tersebut keluar orbit karena kebocoran bahan bakar.
Pemerintah pun merespons cepat untuk menjaga kepemilikan slot satelit itu. Langkah tersebut mengacu pada aturan International Telecommunication Union bahwa negara yang mendapat slot diberi tenggat waktu 3 tahun untuk mengisi slot. Apabila tidak diisi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan dapat digunakan negara lain.
Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya
Pada 4 Desember 2015, Presiden Joko Widodo memimpin langsung rapat terbatas khusus untuk membahas penyelamatan slot orbit 123 bujur timur. Kala itu, Jokowi menekankan bahwa satelit tersebut penting bagi Indonesia dalam berbagai hal.