Terungkap Penyebab Duta Besar Afrika Selatan Ebrahim Rasool Diusir Pemerintahan Donald Trump

Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat Ebrahim Rasool. (AFP)
Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat Ebrahim Rasool. (AFP)
0 Komentar

Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, mengakui adanya ketegangan dengan AS akibat pernyataan Rasool, tetapi ia tetap yakin bahwa hubungan kedua negara bisa diperbaiki. Ia juga menegaskan bahwa Afrika Selatan akan tetap menjalin hubungan baik dengan AS dengan sikap hormat, termasuk kepada Presiden Trump.

“Ini memang tantangan, tapi kami sedang mencari solusinya,” kata Ramaphosa.

Adapun dilaporkan The Guardian, saat Rasool kembali ke Afrika Selatan pada Minggu (23/3/2025) waktu setempat, ia disambut ratusan pendukung yang menyanyikan lagu-lagu pujian di Bandara Internasional Cape Town.

“Penetapan sebagai persona non grata dimaksudkan untuk mempermalukanmu. Tapi ketika saya kembali disambut oleh kerumunan seperti ini, dengan kehangatan seperti ini, maka saya akan mengenakan status persona non grata ini sebagai tanda kehormatan,” kata Rasool kepada para pendukungnya melalui megafon.

Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin

“Kami tidak memilih untuk pulang, tapi kami pulang tanpa penyesalan,” tambahnya kemudian.

Sosok Ebrahim Rasool

Ebrahim Rasool adalah diplomat, politisi, dan aktivis anti-apartheid asal Afrika Selatan yang lahir pada 15 Juli 1962. Ia pernah menjabat sebagai Duta Besar Afrika Selatan untuk Amerika Serikat dari 2010 hingga 2015, kemudian kembali menduduki posisi tersebut pada 2024.

NPR menyebut bahwa Rasool dikenal sebagai sekutu dekat Nelson Mandela dan memiliki sejarah panjang dalam perjuangan melawan apartheid. Masa kecil Rasool diwarnai pengalaman pahit akibat kebijakan rasial pemerintah apartheid.

Keluarganya diusir paksa dari rumah mereka setelah daerah tempat tinggalnya ditetapkan sebagai kawasan khusus untuk orang kulit putih. Akibatnya, mereka dipindahkan ke Primrose Park di bawah kebijakan Group Areas itu.

Dalam The Spirit of Freedom (1996), diketahui bahwa latar belakang Rasool sendiri mencerminkan keberagaman etnis, dengan garis keturunan Inggris, Jawa, Belanda, dan India. Sejak kecil ia mengenyam pendidikan agama Islam di madrasah, sembari tumbuh dalam dinamika politik Western Cape.

Ibunya menanamkan nilai-nilai Islam, sementara ayahnya yang berpikiran bebas memperkenalkannya pada dunia politik dan literasi. Kesadaran politiknya semakin terbentuk saat menempuh pendidikan di Livingstone High School, di mana ia aktif dalam gerakan boikot sekolah pada 1980.

0 Komentar