Komisi II DPRD Sumsel Soroti Harga Gabah Jauh di Bawah HPP Rp6.500 Per Kg, Benih Padi Lokal Terbatas

Komisi II DPRD Sumsel, Ayu Nur Suri, menyoroti permasalahan ini dalam kunjungan kerja (kunker) ke Kecamatan Le
Komisi II DPRD Sumsel, Ayu Nur Suri, menyoroti permasalahan ini dalam kunjungan kerja (kunker) ke Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), pada Kamis (20/3/2025). (IST)
0 Komentar

MUSIM panen yang seharusnya menjadi momen kegembiraan bagi para petani justru berubah menjadi keprihatinan di Sumatera Selatan.

Harga gabah yang terus merosot dan tidak sebanding dengan biaya produksi, ditambah rendahnya daya serap Perum Bulog, semakin memperburuk kondisi ekonomi petani.

Ketua Komisi II DPRD Sumsel, Ayu Nur Suri, menyoroti permasalahan ini dalam kunjungan kerja (kunker) ke Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), pada Kamis (20/3).

Baca Juga:Jumlah Setoran Uang Judi Sabung Ayam Diduga Pemicu 3 Polisi Tewas Ditembak Oknum TNI di Way KananTom Lembong: 100 Persen Semua Izin Impor Diterbitkan Kemendag Ditembuskan Kemenperin

Kunker ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD Sumsel, Bulog, dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait pada 4 Maret 2025 lalu.

Hasil peninjauan di lapangan, menunjukkan bahwa harga jual gabah di Lempuing masih jauh di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram. Faktanya, petani hanya bisa menjual gabah mereka dengan harga berkisar antara Rp5.400 hingga Rp6.100 per kilogram.

Selain harga rendah, keterbatasan daya serap Bulog menjadi masalah serius lainnya. Saat ini, Bulog hanya menerima dua truk gabah per hari karena kapasitas penyimpanan dan fasilitas penggilingan yang terbatas.

“Kalau hanya dua truk per hari, bagaimana dengan ratusan ton gabah yang harus segera dijual? Petani tidak bisa menunggu terlalu lama karena gabah harus segera digiling dan dijual. Ini harus segera dicarikan solusinya oleh Bulog,” tegas Ayu Nur Suri.

Sebagai solusi, Ayu mendesak Bulog memperluas kerja sama dengan pihak ketiga dalam menyiapkan gudang cadangan dan meningkatkan daya tampung. Ia juga meminta pemerintah mengkaji ulang sistem penyerapan hasil panen agar petani tidak terus-menerus mengalami kerugian.

Permasalahan lain yang mencuat dalam kunjungan ini adalah keterbatasan ketersediaan benih padi lokal. Berdasarkan laporan petani, lebih dari 60% benih yang digunakan berasal dari Provinsi Lampung dan daerah lain.

Bahkan, sebagian harus dibeli secara online karena stok benih lokal di Sumsel tidak mencukupi.

Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya

“Ini ironis. Sumsel memiliki lahan sawah seluas 519.484 hektare, tetapi petani masih kesulitan mendapatkan benih lokal. Ketahanan pangan tidak cukup hanya dengan slogan, harus ada dukungan nyata,” ujarnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Ayu mendorong Bulog untuk segera membangun unit penggilingan padi (rice milling) di kabupaten-kabupaten penghasil padi di Sumsel.

0 Komentar