Simak Poin-Poin Tuntutan Organisasi Masyarakat Sipil Terhadap Revisi UU TNI

Andrie Yunus, yang juga merupakan Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kon
Andrie Yunus, yang juga merupakan Wakil Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), memprotes pembahasan tertutup Revisi UU TNI antara DPR dan pemerintah di sebuah hotel bintang lima di Senayan, Jakarta, pada Sabtu (15/03). (Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan)
0 Komentar

SEJUMLAH organisasi dan kelompok masyarakat sipil menggeruduk rapat panitia kerja (panja) terkait revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau Revisi UU TNI yang diadakan di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu malam, 15 Maret 2025.

Salah satu dari tiga perwakilan koalisi sipil yang melakukan interupsi, Ketua Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus, mempertanyakan alasan DPR dan pemerintah menggelar rapat di hotel secara tertutup.

“Selain bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi, juga terkait dengan pasal dan substansinya yang jauh dari upaya semangat menghapus dwifungsi militer,” kata Andrie saat berorasi di depan ruang rapat Hotel Fairmont.

Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya

Tidak hanya itu, sebanyak 34 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi masyarakat sipil untuk Advokasi HAM Internasional (HRWG) mengecam rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang sedang dibahas oleh Komisi I DPR.

Organisasi yang menyuarakan aspirasi tersebut antara lain Imparsial, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia), Arus Pelangi, Asosiasi LBH Apik Indonesia, Elsam, Gaya Nusantara, Gerakan Perjuangan Anti Diskriminasi, HuMa, Ikohi, ILRC, Imparsial, Infid, Institute for Ecosoc Rights, Jatam, Koalisi Perempuan Indonesia, LBH Banda Aceh, LBH Jakarta, LBH Pers, Migrant Care, Mitra Perempuan, PBHI, RPUK Aceh, SBMI, Setara Institute, SKPKC Papua, Solidaritas Perempuan, Turc, Walhi, Yappika, Yayasan Kalyanamitra, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Yayasan Pulih.

Mereka menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI yang dianggap bermasalah dan berpotensi mengancam demokrasi serta hak asasi manusia di Indonesia.

Poin-Poin Tuntutan

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengkritik beberapa pasal dalam revisi UU TNI yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali fungsi politik tentara seperti di era Orde Baru.

Beberapa tuntutan utama yang mereka ajukan meliputi:

Penolakan Terhadap Dwifungsi Militer

Koalisi menilai revisi UU TNI justru mengembalikan praktik dwifungsi militer yang menjadi ciri represif Orde Baru. Hal ini bertentangan dengan semangat reformasi 1998.

Kekhawatiran Terhadap Pelanggaran HAM

Poin dalam revisi UU TNI dianggap bertentangan dengan berbagai rekomendasi internasional, termasuk Komite Hak Sipil dan Politik (CCPR), Universal Periodic Review (UPR), serta instrumen HAM global seperti Statuta Roma ICC dan Konvensi Anti-Penyiksaan (CAT).

0 Komentar