KASUS penembakan tiga anggota polisi oleh prajurit TNI di Way Kanan, Lampung, menjadi babak baru dari rangkaian panjang konflik antar aparat negara.
Dalam kurun waktu 2014 hingga 2024, setidaknya 37 insiden ketegangan dan benturan antara TNI dan Polri tercatat oleh Setara Institute.
Peristiwa ini kembali menyoroti problem laten yang selama ini tak terselesaikan secara tuntas.
Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya
Ketegangan terbaru terjadi saat tiga anggota polisi dari jajaran Polres Way Kanan ditembak saat melakukan penggerebekan judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin.
Ketiganya gugur dalam insiden tragis tersebut, yaitu AKP (anumerta) Lusiyanto, Aipda (anumerta) Petrus Apriyanto, dan Briptu (anumerta) M. Ghalib Surya Ganta.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo langsung merespons dengan menyatakan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Mereka sepakat membentuk tim investigasi bersama guna mengusut tuntas peristiwa ini.
“Saya dan Bapak Panglima telah sepakat untuk melakukan investigasi bersama serta menyelesaikan seluruh hal yang ditemukan di lapangan,” kata Kapolri dalam keterangan tertulis, Rabu (19/3).
Di tengah duka, Kapolri mengingatkan seluruh jajarannya agar tetap menjalankan tugas dengan penuh semangat dan menjaga soliditas antar institusi.
Namun, respons keras datang dari Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi. Ia menilai kasus penembakan ini merupakan bukti bahwa konflik antara TNI dan Polri tidak hanya insidental, melainkan bersifat struktural dan laten.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
“Tragedi berdarah Way Kanan menegaskan bahwa konflik TNI-Polri masih terus terjadi dan mengancam sinergitas institusi,” ujarnya.
Setara Institute mencatat sepanjang dekade terakhir telah terjadi 37 insiden kekerasan antara dua institusi bersenjata ini. Bahkan, pada awal 2025 saja, sudah terjadi dua kasus besar, termasuk penyerangan oleh oknum TNI ke Mapolres Tarakan.
Hendardi menilai negara belum hadir secara serius dalam meredam konflik antaraparat. Ia menyoroti lemahnya supremasi hukum, khususnya terhadap anggota TNI yang terlibat pidana umum.
Harus ada keberanian negara menegakkan hukum secara adil. Pelaku penembakan harus diproses dengan hukum pidana umum, bukan mekanisme internal militer,” tegasnya.