Keberhasilan teknik ini juga bergantung pada siapa yang bernegosiasi dan siapa penerimanya, serta apa tujuan dari permintaan awal—apakah demi kepentingan sosial (prosocial) atau hanya untuk keuntungan pribadi (self-serving).
Dengan kata lain, teknik ini mengandalkan—dan dalam beberapa kasus bisa merusak—kepercayaan serta hubungan baik antara kedua pihak.
Hasil penelitian Tusing dan Dillard (2000) menunjukkan bahwa penerima teknik ini sering kali melihat interaksi ini sebagai situasi tolong-menolong, bukan sebagai negosiasi atau tawar-menawar. Temuan ini diperkuat oleh meta-analisis dari Feely, Anker, dan Aloe pada 2012.
Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya
Kesimpulannya, teknik DITF bekerja dengan baik jika ada kepercayaan antara kedua pihak, permintaan awal masih masuk akal, dan semua orang memiliki niat baik. Tetapi jika permintaan awal terlalu kasar atau negosiator terlihat hanya mementingkan diri sendiri, teknik ini bisa gagal total. Dalam kasus seperti itu, kepercayaan bisa rusak, sehingga interaksi selanjutnya jadi lebih sulit berhasil.
Berdasarkan hal tersebut, orang-orang bisa lebih memahami mengapa Donald Trump dianggap sosok yang kontroversial. Sebagai negosiator yang tangguh, tidak diragukan lagi bahwa ia mampu membuat kesepakatan. Tetapi sebagai diplomat, gaya komunikasinya bisa lebih banyak merusak hubungan daripada membangun.
Itulah mengapa pendukung konservatif memuji keberhasilan Donald Trump dalam ekonomi, sementara kelompok liberal merasa terganggu dengan dampak sosialnya. Keduanya melihat setengah dari gambaran yang sama, karena mereka hanya berfokus pada hasil yang berbeda dari teknik DITF yang ia gunakan.
Hal yang tak kalah penting lainnya untuk diperhatikan bahwa mengandalkan satu teknik saja—seperti door-in-the-face—sering kali tidak cukup efektif, baik dalam politik, percintaan, maupun kehidupan sehari-hari. Teknik ini mungkin menyelesaikan satu masalah saat ini, tetapi bisa menciptakan masalah baru di masa depan.
Itulah sebabnya pendekatan yang seimbang dan bijaksana dalam persuasi sangat penting, baik untuk keberhasilan pribadi maupun dalam membangun hubungan jangka panjang.