Beberapa strategi yang ia anjurkan dalam buku itu termasuk: berpikir besar, mencari banyak pilihan, memanfaatkan kekuatan negosiasi, melawan balik jika mendapat tekanan, dan menikmati prosesnya.
Apa Itu Teknik Door in the Face?
Jauh sebelum Donald Trump menulis bukunya, teknik persuasi yang ia gunakan sudah dikenal oleh Robert Cialdini dan timnya sebagai Door in the Face (DITF) (Cialdini dkk., 1975).
Teknik ini bekerja dengan cara mengajukan permintaan besar terlebih dahulu—sesuatu yang kemungkinan besar akan ditolak karena dianggap terlalu berlebihan. Setelah itu, negosiator menawarkan permintaan yang lebih kecil, yang sebenarnya adalah tujuan utamanya sejak awal.
Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya
Karena permintaan pertama sudah ditolak, permintaan kedua terasa lebih masuk akal, sehingga lebih mungkin disetujui. Oleh karenanya, teknik ini juga disebut “rejection-then-moderation” atau “rejection-then-retreat”.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump (kiri) bertemu dengan Raja Abdullah II dari Yordania di Gedung Putih, Washington, AS, 11 Februari 2025. Reuters/Kevin Lamarque
Dalam buku Influence edisi terbaru, Cialdini (2021) menjelaskan bahwa teknik ini sangat efektif karena beberapa alasan meliputi:
- Jika permintaan besar diterima, negosiator mendapatkan lebih dari yang ia harapkan.
- Jika permintaan besar ditolak, orang yang menolaknya cenderung merasa bersalah dan lebih mau menerima permintaan kedua yang lebih kecil (konsep ini disebut Reciprocal Concessions).
- Setelah menolak permintaan pertama, seseorang bisa merasa bertanggung jawab atas keputusan akhirnya. Ini membuat mereka lebih cenderung menepati janji dan menyelesaikan permintaan yang telah mereka setujui.
Singkatnya, dengan teknik ini, negosiator bisa menang dalam dua situasi—baik saat permintaan besar diterima maupun saat permintaan lebih kecil dikabulkan setelah penolakan pertama.Kelemahan Teknik “Rejection-Then-Retreat”
Terlepas dari keefektifannya, teknik ini tidak lepas dari risiko dan kelemahan. Salah satu masalahnya adalah permintaan awal yang terlalu ekstrem bisa dianggap menghina atau memaksa oleh penerima.
Misalnya, penelitian oleh Schwarzwald, Raz, dan Zvibel (1979) menemukan bahwa teknik DITF bisa “berbalik menyerang” jika ada standar tertentu untuk menilai apakah permintaan pertama wajar atau tidak.
Sederhananya, jika seseorang menyadari bahwa permintaan itu terlalu besar hingga tidak masuk akal, mereka bisa merasa tersinggung dan malah menolak permintaan lanjutan yang lebih kecil.