PRESIDEN Amerika Serikat Donald Trump adalah sosok yang sering menjadi sorotan dunia karena dinilai kontroversial dalam berbagai hal, mulai dari kebijakan, pernyataannya tentang berbagai isu hingga cara ia bernegosiasi yang tak jarang mengejutkan banyak pihak.
Gaya negosiasinya yang tidak konvensional itu juga sering kali memicu perdebatan, dan di balik taktik-taktik yang tampak tak terduga tersebut, sebenarnya bisa dibedah dari faktor psikologi.
Bagaimana penjelasannya?
Sebagai negosiator ulung, Presiden Donald Trump kerap memicu perdebatan—apakah ia negosiator yang baik atau buruk mungkin sulit ditentukan, tetapi nampaknya banyak yang sepakat bahwa caranya bernegosiasi tidak biasa.
Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya
Beberapa waktu lalu misalnya, dunia gaduh membahas negosiasi Trump dengan pihak Ukraina yang disiarkan secara langsung.
Momen ini menjadi sorotan karena jarang sekali negosiasi diplomatik berlangsung secara terbuka, live, dan dalam atmosfer yang begitu intens.
Saat itu Donald Trump, mengatakan pada Selasa, 4 Maret laku bahwa dia menerima surat dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, yang menyatakan kesiapan Ukraina untuk berdialog mengenai perang Rusia Ukraina.
“Ukraina siap untuk segera duduk di meja perundingan untuk mendekatkan perdamaian yang langgeng. Tidak ada yang menginginkan perdamaian lebih dari orang Ukraina,” kata Trump dalam pidatonya di hadapan Kongres, sambil mengutip isi surat tersebut sebagaimana dilansir dari Reuters.
Ia juga mengatakan bahwa dirinya telah melakukan “diskusi serius dengan Rusia” dan “menerima sinyal kuat bahwa mereka siap untuk perdamaian”.
Merujuk pada laman Psychology Today, strategi utama Trump dalam bernegosiasi adalah “berpikir besar” dan meminta sesuatu yang jauh lebih besar dari yang sebenarnya ia inginkan dalam negosiasi.
Dalam dunia psikologi sosial dan persuasi, teknik ini dikenal sebagai “door in the face” (DITF). Teknik ini bisa sangat efektif untuk meyakinkan orang lain, tetapi di sisi lain, bisa juga membuat orang merasa ditekan atau dihina, yang dapat merusak hubungan.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
Sebelum menjadi presiden, Trump sudah dikenal sebagai sosok yang penuh percaya diri dan berani. Dalam bukunya The Art of The Deal(1987), ia menjelaskan bagaimana ia menggunakan kepribadiannya dalam negosiasi dan bisnis.