Namun, kata Maharani, ada tiga kejanggalan dalam pengambilan keputusannya. Pertama, pengambilan keputusan untuk memasukan RUU revisi UU TNI tidak masuk dalam agenda rapat paripurna.
“Secara tiba-tiba, ketua sidang pada saat itu, Adies Kadir meminta persetujuan anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna untuk menyetujui dimasukannya revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 sebelum keseluruhan agenda rapat dilaksanakan,” ujarnya. Adies adalah Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar.
Menurut Maharani, Pasal 290 ayat (2) Tata Tertib DPR RI menegaskan bahwa perubahan agenda rapat, termasuk rapat paripurna hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan kepada Badan Musyawarah paling lambat dua hari sebelum rapat dilaksanakan.
Baca Juga:Pasang Boks Tambahan Tampung Barang Bawaan Saat Mudik Lebaran, Tips Bagi Pengendara R2Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat Melewatinya
“Namun hal itu tidak dilaksanakan dalam kasus ini, terbukti sejak awal tidak ada agenda tersebut yang dibacakan oleh ketua rapat paripurna,” tuturnya.
Kejanggalan kedua adalah pertimbangan memasukan revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 yang mendasarkannya pada Surat Presiden Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.
Maharani menegaskan, pertimbangan utama seharusnya berasal dari Badan Legislasi, bukan desakan dari Presiden melalui surat.
Kejanggalan ketiga, Maharani menilai keberadaan Surat Presiden juga janggal. Sebab, isinya penunjukan wakil pemerintah membahas revisi UU TNI. Dalam surat bertanggal 13 Februari 2025 itu belum ada keputusan resmi DPR menjadikan revisi UU TNI masuk dalam Prolegnas 2025
“Seharusnya surat presiden penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas suatu RUU dikirimkan setelah ada keputusan DPR terkait kepastian pembahasan, atau bahkan ada surat resmi terlebih dahulu yang mengirimkan draft RUU dan Naskah Akademik kepada Presiden,” katanya.
Selain kejanggalan-kejanggalan di atas, Maharani menjelaskan alasan lain revisi UU TNI harus dihentikan karena DPR RI tidak mempublikasikan draf revisi UU TNI kepada publik melalui jalur resminya, termasuk melalui website resmi DPR RI.
Selain itu, pembahasan RUU Revisi UU TNI di luar Gedung DPR RI menjadikan pembahasan semakin tertutup dan membatasi akses publik untuk memantau.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
“Praktik ugal-ugalan pembahasan revisi UU TNI merupakan cerminan dari praktik legislasi pada 10 tahun terakhir, sehingga menjadi alarm kuat untuk masyarakat sipil dan akademisi untuk mengantisipasi praktik yang berulang dan lebih luas,” kata Maharani.