Spekulasi Penundaan APBN KiTa di Tengah Beredarnya Kabar Penerimaan Pajak Anjlok

Menteri Keuangan, Sri Mulyani (Ig @smindrawati)
Menteri Keuangan, Sri Mulyani (Ig @smindrawati)
0 Komentar

TERBETIK kabar hari Ini, Kamis (13/3/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan menyampaikan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Pengumuman ini dilakukan di tengah beredarnya kabar penerimaan pajak anjlok.

Sri Mulyani tidak menggelar paparan kinerja APBN Januari 2025. Semestinya, paparan itu dilakukan pada Februari.

Terakhir Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN pada 6 Januari 2025 untuk periode Desember 2024 (kaleidoskop APBN 2024).

Baca Juga:Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat MelewatinyaDi Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru Imlek

Terkait penerimaan pajak anjlok terncantum dalam dokumen kinerja APBN Januari 2025 yang sempat dipublikasikan Kementerian Keuangan Rabu (12/3) di situs resminya. Namun, pihak Kementerian Keuangan menarik dokumen tersebut dari situs resmi.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kementerian Keuangan Deni Surjantoro pun membenarkan hal itu. Kementerian Keuangan menarik dokumen tersebut, karena materi APBN akan disampaikan lebih komprehensif pada konferensi pers APBN KiTA Kamis (13/3).

Tentu ini menimbulkan berbagai spekulasi mengingat paparan kinerja APBN adalah bagian dari transparansi pemerintah yang sekaligus jadi bahan bagi investor dan institusi internasional untuk melihat kondisi fiskal Indonesia.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai pemerintah berusaha menutup-nutupi data penerimaan pajak yang mengalami penurunan signifikan.

“Kalau saya pribadi benar, penerimaan pajak di Januari 2025 turun hingga 41%,” ujar Huda, Selasa (12/3).

Menurutnya, salah satu penyebab utama adalah permasalahan dalam sistem Coretax, yang menghambat perputaran uang dan memperlambat transaksi ekonomi. Hal ini menyebabkan pengusaha enggan bertransaksi, sehingga penerimaan pajak ikut tertekan.

“Dampaknya pasti ke defisit APBN yang semakin meningkat,” ujarnya. Huda juga menyoroti bahwa kondisi ini berbahaya bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, karena program-programnya membutuhkan anggaran besar.

Baca Juga:Kasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka PembunuhanMenteri ATR/BPN Benarkan Pagar Laut Sepanjang 30,16KM di Perairan Tangerang Punya HGB dan SHM, Ini Jelasnya

“Jika defisit APBN melebihi 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah bisa menghadapi risiko impeachment atau pemberhentian,” tutupnya.

Ini tentu jadi kontras karena transparansi dalam laporan APBN menjadi indikator penting bagi investor dan institusi keuangan global dalam memahami kondisi fiskal Indonesia. Tanpa keterbukaan, kepercayaan terhadap stabilitas ekonomi bisa terganggu.

Sementara pemerintahan Prabowo-Gibran tengah getol mendorong agar investasi bisa mengalir deras demi menggerakkan perekonomian negara.Lebih jauh, ketidakpastian postur APBN juga dikaitkan dengan kebijakan efisiensi yang diterapkan sejak pemerintahan Prabowo-Gibran berjalan.

0 Komentar