“Menempatkan TNI pada jabatan sipil jauh dari tugas dan fungsi sebagai alat pertahanan. Ini sama saja dengan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI,” ujar dia.
Merujuk Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI, prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di 10 kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden. Kemudian, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.
Namun, dalam revisi UU TNI diusulkan penambahan lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif, antara lain Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.
Baca Juga:Mengenal Plengkung Gading yang Mulai Sistem Satu Arah, Mitos: Ilmu Hitam Seseorang Hilang Saat MelewatinyaDi Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru Imlek
Adapun. RUU TNI menjadi salah satu program legislasi nasional (prolegnas) prioritas DPR 2025. Pada 13 Februari lalu, pimpinan DPR telah menerima surat bernomor R12/Pres/02/05 dari Presiden Prabowo Subianto untuk menunjuk wakil pemerintah dalam membahas RUU TNI.