PEMERINTAH Suriah di bawah Presiden Ahmed al-Sharaa menyerukan penyelidikan atas kematian lebih dari 800 warga sipil Alawite dalam bentrokan antara pasukan pemerintah dan loyalis eks presiden Bashar al-Assad yang berlangsung sejak Kamis lalu.
Bentrokan yang menewaskan total 1.311 orang ini merupakan kekerasan terburuk sejak penggulingan Assad, dan oleh karenanya memicu reaksi global.
Dalam pembaruan jumlah korban, badan pemantau perang Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) mengatakan bahwa 830 warga sipil Alawite tewas dalam “eksekusi” yang dilakukan personel keamanan atau pejuang pro-pemerintah di provinsi pesisir Latakia dan Tartus.
Baca Juga:Di Balik Tradisi Angpao di Tahun Baru ImlekKasus yang Bikin AKBP Bintoro Terseret Dugaan Pemerasan Nilai Miliaran Rupiah Terhadap Tersangka Pembunuhan
Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Volker Turk mengatakan pembunuhan itu “harus segera dihentikan,” sementara Liga Arab, Amerika Serikat, Inggris, dan pemerintah lain telah mengutuk kekerasan tersebut.
Presidensi Suriah mengumumkan di Telegram bahwa “komite independen” telah dibentuk untuk “menyelidiki pelanggaran terhadap warga sipil dan mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut,” yang nantinya akan diadili.
Bentrokan antara pasukan keamanan baru dan loyalis pemerintah lama meletus pada hari Kamis, setelah ketegangan sebelumnya.
Kekerasan terjadi di jantung wilayah minoritas Alawite tempat Assad berasal, dan telah meningkat menjadi pembunuhan massal.
Sebelumnya pada hari Minggu, Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa telah menyerukan persatuan nasional.
“Jika Tuhan berkehendak, kita akan dapat hidup bersama di negara ini,” kata Sharaa dari sebuah masjid di Damaskus.
Pertempuran itu juga telah menewaskan 231 anggota pasukan keamanan dan 250 militan pro-Assad, menurut SOHR, sehingga jumlah korban tewas secara keseluruhan menjadi 1.311.